Langsung ke konten utama

Don't Remove Your Past

Masa Lalu itu untuk di kenang bukan di binasakan. Sekalipun itu memalukan, menyesatkan karna seburuk-buruknya masa lalu, kita gak bisa pungkiri mereka adalah bagian sejarah dalam hidup kita. Bahwa kita pernah mengalami jatuh bangun, sejarah mencatat semuanya dan membungkus dalam kotak bernama memori. Tempatkan mereka di hati sebagai reminder kita dalam melangkah kedepan. Yang baik jadikanlah kenangan indah, yang buruk jadikanlah pelajaran berharga. Seorang teman bicara, "Del, gue mampir ke blog lo dan tanpa sengaja keasikan baca yang lama-lama. Kenapa gak dihapus aja?. Lo gak takut kalau kebaca temen-temen baru?" Hmmmm masa lalu kan bukan tato yang ketika berhijrah kita harus hapus itu tato. Lagian selama kenangan-kenangan pahit bukan lah aib, selama itu juga aku tidak merasa terganggu bila di publish.  Perihal teman baru, biarlah...... Aku tidak perduli dengan penilaian orang. Karena aku hidup bukan sekedar untuk membuat orang lain terkesan. Dengan membagi kis

[2PM FanFic] Forbidden Love #Part3



[Minjun]


Hari ini aku merasa menjadi pria paling buruk sedunia. Seorang wanita tulus memberikan sepenuh hatinya untukku tapi aku malah menolaknya. Aku tahu betul apa yang Dongmi rasakan saat ini. Tapi apa yang bisa dilakukan manusia biasa sepertiku. Rasa itu pernah ada, saat kami tumbuh besar bersama. Tapi aku tak punya waktu saat itu untuk memikirnkannya di tengah masalah keluargaku yang rumit. Aku harus fokus terhadap cita-citaku dan bukan memikirkan urusan cinta monyet kami. Lagian aku juga tak bisa membedakan antara cinta dan sayang, Jauh sebelum aku mengenal Chieun. Setelah itu semuanya berubah. Aku mencintai gadis ini, dan dengan mudah melupakan gadis kecilku Kang Dongmi. Sejak saat itu aku tahu perasaan itu berbeda.
Dua tahun lalu aku bertemu dengan Chieun. Dia gadis yang manis dan menyenangkan. Dia selalu membuat dukaku jadi tawa, Letih ku menjadi tenaga, hariku menjadi berwarna. Aku bukan seorang pria yang romantis yang bisa berkata-kata layaknya pujangga. Tapi jika memikirkannya semua mengalir begitu saja.

Bip..bip..[Text massage]

“Oppa, jalyeo?” Chieun tak pernah lupa sekalipun mengirimkan pesan padaku, hanya untuk memastikan aku sudah makan atau belum, aku sudah tidur atau belum, aku sedang apa. Hal-hal kecil yang membuat aku selalu memikirkannya. Hubungan kami memang belum begitu lama, tapi aku sudah tahu akan kemana arah hubungan kami berjalan.
“Ajik, Hari ini aku lelah sekali. Bagaimana pulau Jeju? ”
“Bagus sekali. Ini pertamakalinya aku ke sini. Eomma juga menyukai hotel yang kau pesankan.”
“Baguslah, besok aku dan eomma akan berangkat pagi sekali supaya sebelum makan siang kami sudah berada disana.”
“Oh, geurae. Sekarang tidurlah. Saranghae.”
“Nado Saranghae :*”

***

Pagi itu aku dan Ibu bersiap menuju bandara Gimpo untuk terbang ke Jeju. Ibu antusias sekali begitu juga denganku.

“Minjunah, apa kau menyediakan hotel yang bagus untuk calon isteri dan ibu mertuamu?”
“Geuromyeon eomma.”
“Aku menyukai Chieun, pastikan keluarganya juga menyukaimu. Hah, aku sangat khawatir.”
“Konjong hajimarayo eomma. Semuanya akan berjalan lancar. Aku sudah sering bertemu Ibu Chieun. Beliau juga sangat baik. Kalian pasti akan cocok.”

Aku terus meyakinkan Ibu ku agar tak cemas sedikitpun mengenai acara pertunangan kami. Dari dulu ibu selalu berpesan jika aku mempunyai banyak uang, bahagiakanlah pacarmu. Jika sudah menikah bahagiakanlah isterimu. Bahkan Ibu rela untuk di nomor duakan. Karena dia tak ingin wanita lain merasakan apa yang ia rasakan.Untuk itu aku memesankan Hotel terbaik untuk Chieun dan keluarganya. Aku juga tak akan mungkin menyakiti Chieun, tepatnya aku tak akan mungkin menyakiti wanita. Mengingat Ibuku seorang single parents. Dia membesarkanku seorang diri. Dan di Seoul kami tidak punya keluarga dekat, selain samcho ku yang sudah lama meninggal. Jika aku dan Chieun menikah nanti, Ibu pasti tak akan kesepian lagi.

Sesampainya di pulau Jeju aku langsung menuju hotel bintang lima tempat Chieun dan keluarganya menginap. Dari Jauh aku melihat sosok gadis pujaanku berdiri dengan balutan gaun berwarna broken white. Dia sangat cantik sekali. Ku dratakan ciuman selamat datang di keningnya.

“Oppa, jaljineyeo?”
“Menurutmu aku bagaimana sudah di tinggal tiga hari?”
“Hmm Mianhae, Eommonim eodigaseyo?”
“Tadi dia… ah ini dia. Apa toiletnya jauh?” Aku bertanya pada ibuku yang baru saja datang.
“Eommonin annyeong haseyo. Eosseoseyo”
 Chieun memeluk ibuku dan mempersilahkannya duduk. Jelas saja ibuku menyukai gadis ini. Tak ada alasan lain untuk tak menyukai gadis cantik dan juga sopan ini. Chieun juga hanya di besarkan oleh Ibunya. Makanya dia tahu betul bagaiman harus bersikap kepada seorang Ibu.
“Neo eommonim eodigaseyo?” Kali ini aku yang bertanya.
“Ah, Tadi dia juga ke toilet.”Chieun sibuk menantap lorong toilet dari meja makan memastikan ibunya sudah kembali apa belum. “Kenapa lama ya? Mungkin dia kembali ke kamar, aku akan menyusulnya dulu. Eommonim sebentar aku memanggil Ibu dulu ya.” Ucapnya pada ibuku.

Ibu ku hanya mengganguk, tapi ada yang aneh dari raut wajah ibuku sekembalinya dari toilet. Kenapa mendadak seperti orang yang mau menangis. Apa dia sedih anaknya akan menjadi suami orang. Biasanya dia selalu senang bertemu dengan Chieun.

“Eomma gwaenchanayo?” Dia sama sekali tak menjawab hanya menatapku pahit. “Museun iriya eomma? Neo waegeurae?” Apa yang terjadi kenapa dia tiba-tiba saja bersedih disaat-saat seperti ini.
Belum selesai Ibuku menghapus air matanya Chieun dan Ibunya datang, aku khawatir Ibu Chieun akan tersinggung dengan sikap Ibuku yang tiba-tiba saja aneh seperti ini.
“Annyeong haseyeo eommonim” Aku menyapa calon mertuaku hangat. Begitupun juga denagnya. Ku bantu Ibuku berdiri dari duduknya agar sama-sama bisa menyapa namun sesuatu yang sama sekali tak pernah kubayangkan terjadi.

Dalam diam mereka berdua saling menatap. Senyum yang tadinya tersimpul tiba-tiba saja berubah menjadi marah. Kau..Kau.. hanya kata-kata itu yang keluar dari mulut keduanya sambil menunjuk satu sama lain. Pemandangan apa ini? Kenapa jadi seperti ini, apa yang terjadi. Ibuku membuka suara.

“Jadi wanita ini Ibu mu Chieun ssi?” Aku melihat Chieun mengganguk ragu.
“Minjun, kka..!” Ibuku menarik tanganku.
“Eomma waeyo? Kita belum bicara dengan..”
“Dengan siapa? Dengan perempuan jalang itu?” Ibuku menunjuk Ibu Chieun. Aku dan Chieun menatap Shocked sesaat.
“Jalang katamu, kau lah yang jalang!!” Chieun berusaha menghentikan Ibunya.
“Kau pasti menyukai Minjunku kan, iya jelas saja. Aku tak sudi punya menantu dan besan seperti kalian. Ibunya jalang, pasti anaknya juga jalang.”
“Eomma geumanhae” teriaku.

Byyuurrr… Ibu Chieun menyiram ibuku dengan air minum. Semua pengunjung restoran hotel memandang kami skeptis, seolah mereka sedang menonton adegan drama.

“Eomma apa yang kau lakukan.” Chieun menghentikan ibunya.
“Sampai mati aku juga tak sudi punya menantu macam anak mu. Sifat ayahnya pasti menurun kepadanya.” 

Setelah kata-kata itu keluar dari mulut Ibu Chieun—Chieun segera menariknya pergi dari kami. Begitupun aku, tak mau menjadi tontonan public siang itu aku langsung membawa ibuku yang basah kuyup keluar hotel. Menuju mobil aku bermaksud membawanya ke Hotel lain.

“Eomma gwaenchanayo?” Hari ini aku masih merasa menjadi pria paling buruk setelah menolak Dongmi, karena membiarkan orang yang aku sayangi terguyur air dan menjadi tontonan public. Ku bersihkan tubuh Ibuku dengan tisu, ku hapus air matanya yang terus keluar. Dari kata-kata yang kudengar tadi, aku menangkap semua pasti ada hubungannya denan ayahku. Kenapa Ibu Chieun menyinggung hal itu jika tanpa alasan. Sampai mati aku tak mau disamakan dengan pria itu.

“Na jigeum yeogi shireoyo! Cepat kembali ke Seoul sekarang.” Melihat Ibuku berkata demikian, aku berfikir dia pasti punya alasan. Aku tak mau menodongnya dengan sejuta pertanyaan di benakku. Yang terpenting saat ini adalah membuatnya tenang dan nyaman.
“Geurae, kkaja.” Kubaringkan kepala ibuku dipundakku. Saat itu juga kami kembali ke Seoul.

***

Setelah hari itu aku susah sekali menghubungi Chieun. Hanya sebuah pesan yang dia kirimkan yang menyatakan bahwa hubungan kami harus berakhir sampai disini. Chieun tak menjelaskan apapun alasan di balik kandasnya hubungan kami. Dia hanya berkata mintalah penjelasan dari ibumu. Tapi sampai detik ini Ibu ku belum bercerita setelah pertunangan ku kemarin batal. Akupun segan bicara dengan beliau, yang terlihat tidak dalam mood yang baik. Hanya berada di dalam kamrnya seharian.

“Minjun ya.” Ibuku datang menghampiriku saat aku tengah menikmati latte di halaman belakang. Ku bukakan kursi agar dia duduk bersamaku menikmati hangatnya latte di sore hari bersama.
“Eomma-ga Daegureul dorawatta.” Tiba-tiba ibuku membuka suara. Ibuku tiba-tiba saja meminta pulang ke kampung halamanku. Ini pasti ada kaitannya dengan kejadian kemarin.
“Wae kkamcaki eomma? Museun…”
“Eomma mianhae Minjunya..”Ibuku memotong pembicaraanku. Ku tatap wajahnya yang ingin menceritakan sesuatu. “Biar bagaimanapun kau dan Chieun tak bisa bersama.” Ibuku melempar pandang padaku.
“Waeyo?” Ibu menarik nafas panjang sebelum kembali bicara.
“Kalian berdua adalah saudara.” Mataku membesar mendengar pernyataan tersebut. Kami berdua bersaudara? Bagaimana bisa. “Wanita itu, Kang Minjoong.” Ibu menyebutkan nama ibunya Chieun. “Dia pergi meninggalkan kita demi wanita itu.” Ibuku mulai menjatuhkan air matanya.

Oke cukup aku mengerti semuanya. Saat aku masih duduk di bangku sekolah dasar aku menggingat samar-samar hari itu ayah dan ibu bertengkar hebat. Ayah membawa seorang wanita kerumah. Aku yakin jika wanita itu adalah Kang Minjoong ibunya Chieun tanpa tahu apa yang terjadi tiba-tiba ayah pergi meninggalkan kami berdua saat itu dan tak pernah kembali hingga sekarang. Ibu harus mati-matian membanting tulang menyekolahkanku sampai akhirnya dia sudah tidak sanggup lagi dan mengirimku ke Seoul tinggal bersama pamanku, yang membantu biaya sekolahku. Sejak saat itu aku tak pernah menyinggung masalah laki-laki yang sudah menelantarkan kami hanya demi perempuan lain. Itu hanya mebuka luka lama bagi ibu dan membuatnya sedih. Aku tak mau melakukan itu.

“Kang Minjoong adalah..”
“Geumanhaseyo eomma. Aku tidak mau mendengar cerita itu lagi. Hanya kenapa harus kembali ke Daegu?” Aku bersumpah tak mau melihat Ibu menceritakan detail luka lama itu.
“Ibu tak mau tinggal satu kota bersama wanita itu. Seoul tak cocok untuk ibu. Sekian lama ibu mengubur dalam-dalam kisah itu, tapi tiba-tiba saja terbuka kembali bahkan disaat yang tidak disangka-sangka. Ibu sungguh minta maaf denganmu.”
“Kalau itu yang ibu mau baiklah. Apapun yang membuat ibu nyaman lakukan saja. Aku tak mau melihat ibu bersedih.” 

Ku peluk sosok wanita yang tak lagi muda itu. Mungkin aku juga akan kembali ke Daegu bersamanya. Dan membuka kantor cabang untuk bisnisku disana. Aku juga tak mau berlarut-larut, Seoul menyimpan banyak kenangan bersamaku dan Chieun yang harus ku buang jauh-jauh.

***

“Semoga bisnisku akan lancar disana dan bisa sebagus di Seoul.” Ucapku pada sahabatku yang mengantar kami ke bandara.
“Baik-baik disana, tak usah memikirkan soal bisnis urus saja Ibumu dulu.” Nichkhun memelukku.
“Oh, iya. Jaga Dongmi baik-baik.” Nichkhun hanya melempar senyum mendengar pesanku barusan. Lalu kami berpisah di bandara.

Kita hanya bisa berusaha tapi tidak menentukan hasilnya. Cinta yang ku bangun selama ini bersama Chieun harus berakhir bahkan dengan jalan tak terduga seperti ini. Apa ini sebuah balasan karena aku melukai hati seseorang makanya saat ini aku merasakan luka yang sama juga? Tapi memikirkan kenangan-kenangan yang kami bingkai selama ini membuat tulangku nyeri. Aku berpacaran dengan adik tiriku sendiri. Bagaimana dunia bisa begitu mudah mempermainkan kami.
Aku tak akan meminta penjelasan apapun dari Chieun. Sepertinya dia juga paham kondisi diantara kami. Bagus semuanya terbongkar sebelum kami semakin jauh. Cukup aku terlibat dalam sebuah cinta terlarang tanpa restu orang tua seperti saat ini. Apa yang terjadi di kemudian hari biarlah tuhan yang menggaturnya untukku. Aku harap aku tak kan bertemu dengan Chieun—Chieun lain di luar sana.

-End-

Part 4 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Doa jika kucing hilang

Hi.. Kali ini dengan penunuh semangat bercerita.Ngga kayak kemaren yang menderu penuh air mata. Aku mau sharing tentang pengalaman spiritual ku dengan sang pencipta nih.  Dua hari yang lalu aku cerita kalo Brondie kucing ku hilang, oopss dibuang tepatnya. Soalnya dia kena scabies. Karena binggung terus orang rumah juga udah ada yang ketuleran jadinya mama bilang buang aja. Untuk mencegah dia gak balik lagi aku buang dia jauh menyebrangi sungai (BKT). Jaraknya dari rumah aku itu kira-kira 2KM lah. Waktu itu juga abis subuh jadi masih gelap. Pas dibuang kita pulang ke arah Barat, dan sempet liat Brondie muter ke Timur, jadi kita saling lawan arah. Sampe di rumah ada perasaan nyesel banget. Kepikiran dia yang manja banget itu harus berada di luaran dengan penyakit gatel-gatel itu. Gak kebayang tar mukanya luka-luka dimana-mana. Alhasil aku cuma bisa nangis sejadi-jadinya. Seharian udah lebih dari ditinggal mati suami aja LOL.  Mama sama abang kesian jadi beliin gantinya yan

Don't Remove Your Past

Masa Lalu itu untuk di kenang bukan di binasakan. Sekalipun itu memalukan, menyesatkan karna seburuk-buruknya masa lalu, kita gak bisa pungkiri mereka adalah bagian sejarah dalam hidup kita. Bahwa kita pernah mengalami jatuh bangun, sejarah mencatat semuanya dan membungkus dalam kotak bernama memori. Tempatkan mereka di hati sebagai reminder kita dalam melangkah kedepan. Yang baik jadikanlah kenangan indah, yang buruk jadikanlah pelajaran berharga. Seorang teman bicara, "Del, gue mampir ke blog lo dan tanpa sengaja keasikan baca yang lama-lama. Kenapa gak dihapus aja?. Lo gak takut kalau kebaca temen-temen baru?" Hmmmm masa lalu kan bukan tato yang ketika berhijrah kita harus hapus itu tato. Lagian selama kenangan-kenangan pahit bukan lah aib, selama itu juga aku tidak merasa terganggu bila di publish.  Perihal teman baru, biarlah...... Aku tidak perduli dengan penilaian orang. Karena aku hidup bukan sekedar untuk membuat orang lain terkesan. Dengan membagi kis

Doa Untuk Yang Sedang Terlilit Hutang

Assalamualaikum readers semua.. Kalau sudah sampai pada postingan ini artinya temen-temen semua lagi ada dalam masalah hutang piutang pastinya. Gak apa temen-temen sekalian, tidak usah malu jika punya hutang. Malu lah jika tidak bisa membayar hutang. Karena dalam islam, perkara hutang ini bukan perkara kecil. Pada saat manusia telah meninggal, hutang adalah perkara pertama yang di munculkan. "Jika ada hutang-piutang silahkan hubungi keluarga ybs" kalimat itu kerap kita dengar saat yang punya hutang telah meninggal.Itu sebab hutang bukan lah perkara ringan. Saya mau berbagi pengalaman mengenai hutang semoga bisa menjadi manfaat bagi teman semua. Dahulu sekitar April 2016 saya pernah terlilit hutang (kreditan) dalam kasus ini, saya adalah pihak yang didzalimi. Seseorang (Si Pulan) telah berhutang atas nama saya pada perusahaan leassing. Pada saat itu saya hanya bisa berpositif saja dan 100% sungguh sungguh niat hanya ingin membantu si pulan. Bulan pertama, bulan kedua