Masa Lalu itu untuk di kenang bukan di binasakan. Sekalipun itu memalukan, menyesatkan karna seburuk-buruknya masa lalu, kita gak bisa pungkiri mereka adalah bagian sejarah dalam hidup kita. Bahwa kita pernah mengalami jatuh bangun, sejarah mencatat semuanya dan membungkus dalam kotak bernama memori. Tempatkan mereka di hati sebagai reminder kita dalam melangkah kedepan. Yang baik jadikanlah kenangan indah, yang buruk jadikanlah pelajaran berharga. Seorang teman bicara, "Del, gue mampir ke blog lo dan tanpa sengaja keasikan baca yang lama-lama. Kenapa gak dihapus aja?. Lo gak takut kalau kebaca temen-temen baru?" Hmmmm masa lalu kan bukan tato yang ketika berhijrah kita harus hapus itu tato. Lagian selama kenangan-kenangan pahit bukan lah aib, selama itu juga aku tidak merasa terganggu bila di publish. Perihal teman baru, biarlah...... Aku tidak perduli dengan penilaian orang. Karena aku hidup bukan sekedar untuk membuat orang lain terkesan. Dengan membagi kis...
[Wooyoung]
“Yak kenapa kau suka sekali menginap di apartemen ku huh”
Suara itu tiba-tiba saja mengangetkan ku . “Sepertinya besok aku harus
mengganti password nya biar kau tak bisa masuk”
“Yak.. Uri Chinggu-eyeo, geutji!” Aku menghapiri sahabatku itu
dan segera merangkul lehernya. “Lelah? Sini aku massage! Aku ini jago sekali
dalam massage.” Aku mulai menggerakkan jemariku di atas pundaknya .
“Ah.. neo jinjja.. mau berapa hari kau disini?” Sepertinya
sahabtku ini sudah hafal dengan tingkahku.
“Heheee tidak lama kok.” Aku mengeluarkan jurus ageyo ku di
depannya.
“Na namja-eyeo.. Namja…aaa~” Ucap sahabatku memamerkan otot lengannya
yang memang membuatku selalu kesal karena aku tak memiliki tubuh indah
sepertinya.
“Arasseo.. Neo Kim Jung Kook anieyeo. Geumanhaseyo!” Aku
kembali pada posisi awalku. Duduk di depan LED menikmati acara music.
***
“Oppa, Wooyoung odinde?”
“Mollayo, wae?”
“Ani… isanghae… Aku sudah memberitahu lama, soal pesta ini.
Tapi dia malah pergi ke luar. Padahal dia bilang dia akan ikut kita BBQ bersama.”
“Kalau begitu telpon dia.”
“Aku sudah coba, tapi tidak dijawab. Coba oppa saja yang
telepon!”
“Ah.. Na jeona halkkeyo.”
***
“Acara apa ini membosankan, setiap hari semakin banyak saja
grup band yang baru debut. Membuatku tak bisa menghapal wajah mereka satu
persatu.” Aku medial semua channel yang
ada mencari program yang bagus.
“Wooyoung-ah. Kau mau merusak TV ku.”
“Apa menggati-ganti channel begini bisa rusak? Murahan
sekali TV mu.” Plak, pukulan kecil menghantam kepalaku seketika.
“Aphayo.. aishh jinjja~”
“Kenapa masih menonton acara music, Girls Group sekarang tak
ada yang sebagus Wonder Girls.”
“Geureotji. 2PM juga sudah vacum akibat wamil. Pantas acara music
sudah tidak seru lagi.”
“Nah kalau begitu kau tonton saja dramaku. Ini sudah
waktunya.” Taecyeon mulai menggubah
channel music menjadi channel dramanya. Hmm Begitulah jika punya sahabat
seorang actor. Kalian akan selalu diminta menonton dramanya walau jalan
ceritanya tidak kalian suka. Tapi bukan masalah dari pada aku di usir dan harus
kembali kerumah dan kembali menyaksikan pemandangan yang merusak mata, lebih
baik aku menonton saja.
“Kringgg..~ Kringgg~…” (Khun-Hyung)
Ah kenapa lagi dia, “Yeobuseyo”
“Odilga, Wooyoung~ah”
“Na.. Taecyeoni jibae… “ Belum selesai aku bicara suara itu
langsung terdengar. Suara yang selama ini bisa merusak sel-sel otakku. Bisa mengacaukan
semua jaringannya sehingga sering kali aku bersifat tak wajar. “Wooyoungah….
Wooyoungah~” Aku mendengarnya. Jelas, seperti dia berbisik lembut di telingaku.
“Wooyoungah.. kenapa diam?”.
“Yak!!” Taecyeon menyadarkanku bahwa aku harus menjawab. “Oh~”
“Neo Jigeum odiya? Chukkule..??” Chukkulae katanya.. Iya aku
memang ingin mati ditanganmu. Bunuh saja aku. Bunuh aku sekarang. Agar aku tak
lagi merasakan sakitnya.
“Wooyoungah~ Ppalie deorawa!! Kau sendiri yang janji akan
menemaniku BBQ malam ini.
“Kan sudah ada Khun hyung.” Ah kenapa itu yang keluar, jelas
sekali aku tak menyukai kebersamaan mereka.
“Wooyoungah, daging ini bayak sekali mana bisa kami habiskan
berdua. Kau ajak Taecyeon sekalian ya. Aku juga membeli banyak beer. Jika tidak
datang, aku tak mau bertemu denganmu lagi. Dengar!!”
“Wooyoungah~ datanglah, kau tahu Dongmi tak pernah suka
pesta yang sepi kan.”
Pesta katanya, Lalu aku akan menjadi lilin penghias malam
kalian. Aku bisa habis terbakar perlahan melihat kebersamaan kalian. “Arasseo
Hyung. Na kkalkaeyo.” Begitulah aku. Tak bisa sama sekali menolak apa yang di
minya oleh Hyung ku.
“PPaliwa.” Aku tak ingin hanya beku memandang mereka berdua.
“Ah, naega wae? Kenapa aku juga harus ikut.”
“Uri Chinggu-eyeo!”
“Aisshh apa kau tak ada alasan lain? Hubungi menejerku dulu
baru mengajakku keluar!”
“Yak!!! Chukkulae!!”
***
“Sudah memakaiku secara gratis, minta tupangan. Akupula yang
menyetir. Tteo mwondae?” Aku sepertinya mendengar Taecyeon berbicara. Tapi aku
seperti tak punya tenaga membalas ucapannya.
“Yak.. Wooyoung-ah. Kalau para oktizen mengetahui ini kau
pasti sudah habis oleh mereka.”
“Panggil saja mereka biar menghabisi ku sekarang.” Tatapanku
lurus kedepan jalan. Wajahku tampak serius saat ini. Membuat Taecyeon menatapku
lekat-lekat dari balik kemudinya.
“Neo wae? Dari dulu aku sudah pernah bilang, Khun hyung
menyukainya tapi kau masih bersikeras mengenalkan mereka berdua. Sekarang kau
harus terima kenyataannya.”
“Orang yang satu-satunya membesarkanku samapai sekarang
tanpa bantuan kedua orang tua. Apa pantas aku melukainya. Huh?” Taecyeon
mendadak diam. “ Nae hyungi-eyeo.. hyung. Dan aku menyayanginya. “
“Geuronikka, berhentilah menyukai Dongmi. Kalau Khun hyung
tahu kau juga menyukainya, maka akan sulit bagi kalian berdua.”
“Sulit. Kau tahu itu kan. Dongmi-ssi, Na cheosarangi-eyeo.”
Aku tahu kali ini Taecyeon benar-benar akan kehabisan kata-kata. Menjadi
seorang bintang hallyu membuatnya terpaksa meninggalkan cinta pertamanya demi karir.
Dia tahu rasanya. Kehilangan itu menyakitkan. Makanya dia tak bisa bicara
banyak soal hubunganku yang kompleks ini.
***
Kakiku mendadak berat melangkah menuju rumah yang setiap
hari aku huni. Taecyeon dan aku saling menatap sejenak. Meyakinkan aku bahwa
semua akan baik-baik saja. Aku hanya tinggal duduk, makan dan berusaha
mengabaikan mereka. Tapi hari ini adalah hari jadi mereka yang ke seratus. Sekaligus
menambah daftar panjang waktuku untuk memilikinya kembali.
“Wooyoungah~ heiss napeun namjaya.” Dongmi memeluku. Kami
sudah dua minggu tidak bertemu. Di kampuspun aku terus menghindarinya karena
takut dia akan mengajaku merayakan hari ini seperti bulan-bulan sebelumnya.
“Na bogoshipeosseo~” Nado… manieyeo.. aku hanya bisa
menjawabnya dalam hati. Seandainya aku bisa me-rewind sedikit waktu, aku tak
akan pernah mengenalkannya pada kakaku. Padahal aku belum sempat mengutarakan
perasaanku padanya. Mereka sudah terlanjur dekat. Dongmi lebih sering bermain
keluar bersama kakaku dari pada aku. Mereka memiliki selera yang sama. Bahkan
Dongmi bisa akrab dengan semua sahabat kakaku. Dibanding pacar-pacar kakaku
sebelumnya.
Aku hanya menatap mereka berdua. Tertawa didepanku. Aku
hanya berada di balik punggung mereka yang asik menatap kembang api yang mereka
mainkan.
“Sudahlah, kau mau Khun hyung bahagia kan? Biarkan mereka bahagia.
Toh Dongmi nyaman sekali bersamanya. JIka kau merusak, kau akan meluaki dua orang.”
Aku sadar yang di ucapkan Taecyeon. Aku bukan hanya melukai
Kakaku, tapi juga sahabatku. Tak pernah aku melihat Dongmi tersenyum lepas sebahagia
itu saat bersamaku. Kami hanya berteman. Begitulah kami, dan memang akan
seperti itu selamanya. Sepertinya aku harus belajar merelakan sesuatu.
***
“Maaf terlambat semua.” Suara ramai terdengar. Minjun Hyung,
sahabat Kakaku tiba-tiba datang.
“Ada yang mengundangku untuk makan mala mini. Wooyoungah,
apa kabar kau?”
“Baik Hyung.” Aku rasa malam ini tak seburuk yang ku kira. Aku
pikir aku dan Taecyeon hanya akan menonton adegan drama tanpa naskah secara
live. Minjun hyung dan beberapa sahabat-sahabat hyungku hadir juga.
“Minjun Oppa annyeong… annyeong.. terimakasih semua.” Dongmi
mulai menyapa mereka satu demi satu. Senang melihat Dongmi familiar dengan
mereka semua, terlebih dengan sahabat baik Hyung ku –Kim Minjun yang ternyata
bekas senior SMA nya. Alasan kenapa dia bisa nyaman berada di lingkungan teman-teman
Kakaku.
“Yak, banyak begini kenapa harus memaksaku datang? Taecyeon
sangat sibuk kau tahu kan.” Aku menyenggol Dongmi.
“Uri CHINGGU-eyeo. Geutji Taecyeon ssi!”
“Oh nee.” Taecyeon menjawab halus dan menatapku. Chinggu..
ya begitulah Dongmi mengambarkan hubungan yang kami bina selama ini. Umumnya
kita akan merasa bahagia saat melihat orang yang kita sayangi itu bahagia.
Sebuah kata-kata klise yang hanya terdapat dalam novel-novel romace. Kenyataannya
aku sama sekali tidak bisa bahagia. Seandainya dia bukan Hyungku, mungkin aku
akan lebih cepat memulihkan semuanya. Memulihkan luka di hatiku. Satu hal yang
dikatakan banyak orang “Jangan pernah mencintai kekasih saudaramu.”
-End-
Komentar
Posting Komentar