Masa Lalu itu untuk di kenang bukan di binasakan. Sekalipun itu memalukan, menyesatkan karna seburuk-buruknya masa lalu, kita gak bisa pungkiri mereka adalah bagian sejarah dalam hidup kita. Bahwa kita pernah mengalami jatuh bangun, sejarah mencatat semuanya dan membungkus dalam kotak bernama memori. Tempatkan mereka di hati sebagai reminder kita dalam melangkah kedepan. Yang baik jadikanlah kenangan indah, yang buruk jadikanlah pelajaran berharga. Seorang teman bicara, "Del, gue mampir ke blog lo dan tanpa sengaja keasikan baca yang lama-lama. Kenapa gak dihapus aja?. Lo gak takut kalau kebaca temen-temen baru?" Hmmmm masa lalu kan bukan tato yang ketika berhijrah kita harus hapus itu tato. Lagian selama kenangan-kenangan pahit bukan lah aib, selama itu juga aku tidak merasa terganggu bila di publish. Perihal teman baru, biarlah...... Aku tidak perduli dengan penilaian orang. Karena aku hidup bukan sekedar untuk membuat orang lain terkesan. Dengan membagi kis
[DongMi]
Seberapa bisa kalian melupakan masa lalu kalian? Sampai
detik ini sudah hampir lima tahun sejak aku meninggalkan kampung halaman ku—kota
Daegu dan menjadi warga Seoul, aku masih saja belum bisa membuka hati untuk
orang lain. Bukan tidak menyukai pria Seoul—ta pi ada seseorang namja yang
pergi mengambil separuh hatiku. Bagaimana aku bisa menyukai pria lain hanya
dengan setengah hati ini.
“Dongmi ssi”
“Oh, Wooyoungah.”
Bukan, bukan dia orang yang aku maksud membawa separuh
hatiku pergi. Wooyoung adalah orang pertama yang aku kenal saat aku
menginjakkan kaki ku di kota awam ini. Sudah lima tahun kami bersama. Dia pria
yang baik, dia selalu ada untukku dalam susah ataupun senang. Tapi pastinya
sebagai seorang sahabat.
“Aku mencarimu dari tadi tahu.”
“Kau tahu harus kemana jika aku tak ada kan, kenapa mencari
ku. Yak Smileeee”
Ku arahkan canon ku ke wajah lugunya. Wooyoung sang master
agyeo spontan tersenyum manis di bawah sinar matahari. Assa ku dapatkan lagi
gambarnya untuk yang kesekian kali.
“Ohh Kwiyeoun Wooyoungah.. lihat.”
“Geurom… yak dasi. Hanboman.”
“Shireoyo.” Ku cari objek lain di depanku menolak permintaanya.
“Dongmiah.. Hanboman ju-se-yo.”
Ah, suara macam apa itu, apa
dia pikir dia balita meminta seperti itu padaku. Tapi aku menyukainya. Ku
arahkan kembali canon ku padanya.
Krik..~
“Uwaaaaaa~”
“Lihat-lihat…” Wooyoung menarik camera ku dan menatap hasil
jepretan ku baru saja. “Yak.. Ige mwoya~” teriaknya karena Aku hanya mengambil bagian rambutnya tanpa
wajahnya sedikitpun.
“Neo waeguerae… Dongmi ssi!!”
Begitulah hari-hari ku bersamanya. Aku harus
berterimakasih padanya karena kehadirannya sedikit membantuku menyembuhkan luka
lama. Senyumnya, bahas tubuhnya memberitahuku bahwa hidup begitu indah jika
harus dihabiskan dengan air mata.
“Kenapa mencariku?”
“Kita ke rumahku saja, dosennya tidak hadir hari ini.
Katanya mau main kerumahku.”
“Kajaaaa.”
Entah kenapa aku bersemangat sekali main kerumahnya dari
dulu. Tapi Wooyoung tak pernah mengajakku kesana. Beruntung sekali akhirnya
hari ini dia mau mengajakku juga ke rumahnya.
***
Lima tahun bersahabat dengannya, aku baru tahu kalau dia
mempunya rumah yang begitu besar. Semua perabotan rumahnya terlihat mahal.
Anehnya rumah besar ini begitu sepi. Aku tahu kedua orang tuanya sudah tidak
ada, tapi dia bilang dia punya seorang Hyung, tapi aku sama sekali tak melihat
orang itu.
“Wooyoungah, neo hyungi-ga…”
“Obsseo.. dia baru saja pergi. Wae?”
“Ani.. kau selalu bercerita tentang nya. Malaikat
pelindungmu. Dia pasti hyung yang sangat
baik, aku hanya ingin melihatnya seperti apa wajahnya. Apa dia bisa beragyeo
seperti mu.”
“Hahaa itu hanya keahlianku. Agyeo nya sangat aneh.”
Wooyoung tertawa. “Skillnya hanya wink.”
“Wink??” aku mengerutkan kening. Wooyoung lalu menarik
tanganku membawaku ke deretan foto diatas buffet yang berjejer rapi dengan
figura cantik.
“Ini orangnya.” Wooyoung memberiku sebuah figura hitam dengan
selca seorang pria mengedipkan sebelah matanya. “Namanya Nichkhun, Mossitta
geutji!!”
“Nee, neomu mossitta.” Jawabku melihat lekat gambar itu.
“Kenapa? Suka ya?” Pertanyaan itu tiba-tiba saja
menyentakku. “Hyungku punya banyak mantan pacar, semua wanita pasti
menyukainya.” Aku hanya tersenyum tanpa kata melihat ekpresi Wooyoung.
Belum, sampai saat ini masih belum bisa. Aku tidak mencari
sosok pria yang tanpan atau apalah yang wanita lain cari. Aku terus menatap
satu demi satu foto disana. Foto masa kecil Nichkhun dan Wooyoung dan semua
memori yang menjadi cerita dibalik kehidupan mereka. Wooyoung dengan detil
menceritakan satu demi satu foto-foto tersebut. Sampai satu foto menarik
perhatianku. Wajah itu, aku mengenalinya.
“Wooyoungah, geu namja –ga nuguya?” Aku menunjuk sosok yang
merangkul Nichkun akrab dalam foto itu. Aku yakin mengenali pria dengan seragam
SMA itu.
“Ah.. Best friend.”
“Best friend?” Ku ulangi ucapan Wooyoung dengan sorot mata
meminta penjelasan padanya lebih detail.
“Dia teman baik Nichkhun hyung. Mereka bersahabat lama sejak
masih SMA. Dan sampai sekarang mereka juga menjadi rekan bisnis yang baik.” Aku
masih menatap Wooyoung lekat seolah bertanya nama pria itu. “Hmm namanya
Minjun. Kim Minjun .” Wooyoung kembali bicara dan membuat jantungku berhenti
untuk sesaat. “Oh iya, Minjun Hyung itu orang Daegu sama denganmu. Dia juga
pandai sekali fotografi. Lihat hampir semua foto-foto ku dan Khun Hyung hasil
jepretannya. Bagus kan?”
Kalian tahu rasanya tertimpa gunung es? Setidaknya itu yang
aku rasakan saat mendengar semua penjelasan Wooyoung. Beku—tubuhku membeku di
dalam saat mendengar nama pria yang meninggalkanku tujuh tahun lalu. Aku
menggengam camera ku erat. Teringat bahwa Minjunlah yang mengenalkan aku dengan
benda kesayanganku ini pertama kali.
***
Sejak hari itu aku selalu ingin meminta Wooyoung
mengenalkanku dengan Nichkhun. Biar bagaimanapun semua kuncinya ada pada
Nichkhun. Kunci menuju gerbang yang bisa mempertemukan aku kembali dengan orang
yang sudah lama aku cari. Kalian tahu betapa rindunya aku dengan pria yang
tujuh tahun lalu meninggalkanku dengan sebuah kamera Polaroid sebagai
kenang-kenangan. Yang membawaku sampai sekarang menyukai dunia foografi. Aku
sungguh ingin bertemu. Aku ingin memberitahunya kalau saat ini aku bukanlah
gadis SMP yang dia anggap sebagai adiknya lagi. Aku juga sudah mahir membidik
lensa kamera untuk sebuah objek indah. Minjun Oppa na bogoshipeosseo.
***
Aku menunggu sampai hari itu tiba. Mungkin Wooyoung akhirnya
luluh mendengar rengekanku setiap hari yang ingin bertemu Nichkhun.
“Neo Jinjja Chuahae?” Wooyoung bertanya padaku saat kami
berada di sebuah café menunggu kedatangan Nichkhun.
“Eh Mwoya?”
“Nae Hyungi-ga. Neo jinjja Chua?”
“Oh” Jawabku tersenyum
Aku melihat garis muka Wooyoung berbeda dari biasanya. Ada
apa denagnnya, apa dia tak suka aku mendekati kakanya.
“Wooyoungah, kamu marah? Kamu gak suka kalau aku menyukai
hyungmu?”
“Nee” Jawabanya begitu cepat. “Aku tidak suka mempunyai
kakak ipar seperti mu”
“Mworagu..? Yak, aku ini bisa jadi kakak ipar yang baik
tahu.”
Aku yakin Wooyoung barusaja bercanda dengan wajah serius. Aku tak tahu
apa yang di ucapkanya benar atau tidak. Tapi aku benar-benar minta maaf padamu
Wooyoung. Harus memanfaatkan Hyungmu dibalik ambisiku. Aku akan berjanji tidak
melukai Nichkhun. Aku hanya butuh beretemu dengan Minjun dan dekat padanya
secara alami tanpa alasan apapun. Meski Wooyoung tahu kalau Minjun adalah kakak
kelasku saat SMA, tapi dia tak tahu cerita dibalik kami semua.
Nickhhun orang yang baik, bahkan sangat baik. Dia
memperlakukan ku layaknya tuan puteri. Dia juga tampan. Sungguh maaf jika harus
memanfaatkannya saat ini. Hanya sebentar saja aku janji. Aku yakin dia tak
mungkin mencintaiku dalam. Aku tak bisa dibandingkan dengan mantan-mantannya
begitulah Wooyoung mendeskripsikanku saat bersamanya. Setelah pertemun itu aku
jadi sering pergi keluar bersamanya. Tidak butuh waktu lama akhirnya kami
menjalin sebuah hubungan. Sampai dimana akhirnya dia membawaku bertemu
dengan Minjun. Orang yang selama ini aku
cari. Orang yang sudah berhasil membawa pergi separuh hatiku.
***
“Bagus sekali kata Wooyoung kamu dan Minjun sudah kenal
lama.” Aku membenarkan ucapan Nichkhun dengan senyuman. Tidak saja lama, Minjun
punya tempat yang special dihati ini.
“Aku sudah cerita banyak, dan dia antusias
sekali bertemu denganmu malam ini. Kebetulan kami juga sudah lama tak makan
malam bersama.”
“Khun hey, Whassaap man” Mereka saling bertegur sapa layaknya
dua pria yang bersahabat. Minjun melempar pandang padaku dan mata kamipun
saling menangkap pandangan saat ini.
“Kang Dongmi…”
Minjun menariku dalam pelukannya. Aku membeku
sejenak, lebih parah dari sebelumnya darahku seolah berdesir merasakan hangat
pelukannya. Aku bukan anak SMA tujuh tahun lalu.
“Yak.. kau sudah besar sekali
ya. Uri Dongsaeng” Minjun mengacak-acak rambutku.
“Yak sedang apa kau?” Nichkhun tak membiarkan Minjun
berlama-lama memelukku. “Nae yeoja chinggueyo ara?” Nichkhun menarik ku.
“Jangan perlakukan dia begitu.
“Aishh.. arasseo..”
Minjun kembali tertawa. Senyumann itu
tak seperti dulu, banyak sekali yang berubah darinya. Dia tumbuh menjadi pria
yang begitu tampan. Alis mata yang tebal serta rahang yang tegas. Sikapnya
masih tak berubah lembut dan manis. Pria inilah yang mengambil hatiku tujuh
tahun silam. Sampai sekarang.
***
Nichkhun begitu dekat dengan Minjun, dia mempercayakanku selalu
pada Minjun saat dia tak disampingku. Aku tak mau melukai Nichkhun lebih jauh
lagi. Seiring seringnya aku menghabiskan waktu bersama dengan Minjun, aku
semakin yakin kalau aku tak boleh berlanjut-lanjut begini. Aku yakin Minjun
pasti akan menerimaku. Biar bagaimanapun dia begitu baik dan perhatian padaku.
Kamipun sudah kenal lama. Tak ada lagi yang bisa aku tutupi. Aku tak mau
kehilangannya lagi.
“Oppa, aku tak pernah berfikir kita akan beretemu begini.”
“Hmm nado”
“Oppa, dulu oppa pernah menolak ku ingat tidak? Aku pernah
bilang kalau aku menyukai oppa. Tapi oppa bilang aku masih terlalu kecil saat
itu. Bodoh sekali ya aku.”
“Ah.. iya aku mengingatnya. Saat itu kau baru saja lulus SMP
kan.” Aku menatap dalam matanya. Dia tertawa lepas mengenang masa lalu kami.
“Tapi sekarang aku sudah dewasa….”
“Bahkan menjadi kekasih sahabatku dekatku. Dunia memang
sempit itu benar.” Perkataanya barusan sontak menghentikan apa yang ingin ku
lakukan. “Aku senag kalian bisa bersama. Dua orang yang aku sayangi bisa
menjadi sepasang kekasih. Semoga kalian…”
“Oppa Kkegae aniya.. bukan begitu aku dan dia tidak seperti
itu.” Minjun menatapku heran.
“Oppa Mian, na neo chuayo. Manieyeo.” Aku melihat Minjun
hanya menatapku datar. “Sampai sekarang perasaanku tak berubah padamu. Aku
tetap menyukaimu. Itu bukan perkataan anak usia 15 tahun lagi. Aku kini sudah
dewasa. Kau terlanjur membawa separuh hatiku bersamamu…”
“Dongmi ssi apa maksud semua ini.?”
“Sejak aku tahu kau dan Nichkhun bersahabat, aku mencari
seribu cara agar bisa bertemu denganmu. Aku tidak benar-benar menyukai
Nichkhun. Oppa apa kau mau menerimaku?”
“Ah.. Dongmi. Bagaimana aku bisa menyukaimu? Nichkhun sangat
mencintaimu. Dia banyak menceritakanmu padaku. Dia sangat bahagia bisa
memilikimu kau tahu. Kenapa kau bermain-main dengan perasaan orang.”
“Aku tidak bermain-main.. aku akan menjelaskan padanya nanti.”
“Gemanhae. Aku mohon jangan pernah melukai hati sahabatku.
Aku menyukaimu Dongmi. Tapi bukan mencintaimu. Karena hati ini sudah ada yang
mengisi.”
Bagai disambar petir kata-kata itu memekakkan telingaku saat
ini. Ingin rasanya berlari sejauh-jauhnya dan tak mendengar perkataan Minjun
selanjutnya.
“Membawa hatimu pergi, jika seperti itu aku minta maaf.
Beritahu aku bagaimana aku mengembalikannya? Agar kau bisa sepenuhnya menjalani
hidupmu dengan bahagia? Tapi memberikan hatiku padamu aku sungguh tak bisa
melakukannya. Jeongmal mianhae Kang Dongmi.”
Minjun meninggalkanku pergi untuk pertama kalinya setelah
pertemuan kami kembali. Aku pikir semua akan baik-baik saja saat aku kembali
menggungkapkan apa yang aku rasakan. Ternyata ucapanya tujuh tahun lalu masih
konsisten sampai dengan hari ini. Lalu apa yang bisa aku lakukan sekarang. Aku
menatap punngngnya menjauhiku. Jauh dan semakin jauh.
***
Sudah lama semenjak hari itu aku masih belum bisa melepas bayang-bayang
Minjun. Aku masih menghubunginya. Aku katakana aku tak akan lagi mengusiknya. Aku
hanya ingin hubungan kami baik-baik saja. Anggap aku tak pernah menyatakan
apapun padanya. Hanya itulah yang bisa aku lakukan untuk saat ini. Asal aku
masih bisa melihat senyumnya. Saat aku dan Nichkhun merayakan hari jadi kami
yang ke 100. Aku tetap mengundangnya. Biarlah perasaanku seperti ini,meski
hatinya milik orang lain. Daripada baik raga dan hatinya menjauh dariku. Kenapa
aku harus terjebak di sebuah cinta terlarang. Aku menyukai sahabat kekasihku
sendiri. Kenapa Minjun harus bersahabat dengan Nichkhun? Mungkin memang bukan
takdir kami untuk bersama .
-End-
Iya Alhamdulilah Ya Allah, setelah 4 hari kucingku hilang, terus coba sholat hajat seperti instruksi diatas, Alhamdulilah Wasyukurilah, besok siangnya ada orang messenger aku katanya ngeliat kucingku yg hilang dan akhirnya malam itu juga kucingku ketemu. Gak bisa berkata-kata lagi sumpahhh. Mukjizat Allah itu nyata guys😭. Kalian harus percaya atas kuasa Allah, Insha Allah akan dikabulkan. Aamiinn🙏
BalasHapus