Masa Lalu itu untuk di kenang bukan di binasakan. Sekalipun itu memalukan, menyesatkan karna seburuk-buruknya masa lalu, kita gak bisa pungkiri mereka adalah bagian sejarah dalam hidup kita. Bahwa kita pernah mengalami jatuh bangun, sejarah mencatat semuanya dan membungkus dalam kotak bernama memori. Tempatkan mereka di hati sebagai reminder kita dalam melangkah kedepan. Yang baik jadikanlah kenangan indah, yang buruk jadikanlah pelajaran berharga. Seorang teman bicara, "Del, gue mampir ke blog lo dan tanpa sengaja keasikan baca yang lama-lama. Kenapa gak dihapus aja?. Lo gak takut kalau kebaca temen-temen baru?" Hmmmm masa lalu kan bukan tato yang ketika berhijrah kita harus hapus itu tato. Lagian selama kenangan-kenangan pahit bukan lah aib, selama itu juga aku tidak merasa terganggu bila di publish. Perihal teman baru, biarlah...... Aku tidak perduli dengan penilaian orang. Karena aku hidup bukan sekedar untuk membuat orang lain terkesan. Dengan membagi kis...
[Chansung]
“Jika terus
begini turunkan saja aku di halte, aku bisa naik taxi.”
“Ah,
Mianhae”
Hanya itu
yang bisa keluar dari mulutku saat Chieun memintaku menurunkannya di jalan. Aku
sedang menuju rumahnya dengan kecepatan penuh. Aku sangat ingin menyusul
Youngsun tapi aku tak bisa membiarkan Chieun pulang sendiri.
Sesampainya
di rumah Chieun, seperti biasa aku bermaksud membukakan pintu mobil tapi kali
ini dengan cepat dia membuka dan bergegas pergi. Aku dengan cepat menyusulnya.
“Chieun neo…
Gwaenchana?” Dengan ragu akhirnya keluar juga ucapan itu.
“Geunyang
kka.!”
“Ah,
arasseo.” Perlahan kulangkah kan kaki mundur sambil melihat punggung nya
berbalik masuk menuju rumah. Aku tak bisa bicara banyak dalam kondisinya yang
seperti ini. Aku tahu ini pasti berat baginya. Seharusnya aku ada bersamanya
membagi masalahnya bukan menambah masalahnya. Tapi saat ini aku benar-benar
binggung.
Kembali ku
arahkan mobilku menuju apartement Youngsun. Sembari memikirkan banyak sekali
hal. Saat tiba di basemant apartement, aku melihat Youngsun berpelukan dengan
pria brengsek itu. Ingin rasanya aku keluar dan menghajarnya lagi. Tapi tatapan
Youngsun padanya mengurungkan niatku. Kupalingkan sejenak wajahku dari
pemandangan itu. Saat aku tahu mobil Junho mulai menjauh pergi, aku segera
berlari menyusul Youngsun yang sudah masuk lift.
“Youngsunah..
Youngsun jankaman.” Youngsun yang
melihatku malah menutup cepat pintu
lift. “Aissshh” Membuatku kesal. Aku mencari tangga darurat untuk mengejarnya.
Hanya Lima lantai tidak begitu jauh, aku berlari sekuat tenaga agar tiba di
depan lift nya lebih dulu. Dengan nafas terengah-engah aku tiba 5 detik saja
sebelum liftnya terbuka.
“Youngsunah..
Mian..” Youngsun tetap mengabaikanku dan berjalan begitu saja mendahuluiku. Dia
tetap tidak menghiraukan panggilanku. Membuatku dengan terpaksa menarik kuat
tangannya. “Sebentar, aku mau bicara.”
“Lepas.!!”
Ucapnya dengan mata melotot padaku.
“Oke, aku
akan lepas tapi dengarkan aku sebentar..”
“Hana…
Dul..” Youngsun memberi aba-aba agar aku melepaskan tanganku darinya. Saat aku
melepaskan dia terus berjalan menuju pintu apartementnya dan tetap tak mau
mendengarkanku. Aku terpaksa memblock pintunya dengan tubuhku. “Youngsunah,
dengarkan. Jika penggakuan tadi membuatmu marah aku minta maaf, aku..”
“KKa…”
“Tapi apa
yang aku katakana itu jujur..”
“Kkaragu…
Jika tidak akan aku panggilkan security.”
“Okay.” Aku
perlahan menjauh dari pintu saat Youngsun mengancam memanggil security.
Kubiarkan dia memasukan kata sandi pada alat pengaman pintu. Saat pintu terbuka
dia menatapku.
“Kau
menyukaiku atau tidak itu bukuan urusannku. Aku sama sekali tak keberatan.
Hanya saja aku tak bisa terima jika kau memperlakukan Junho seperti tadi.” Dan
Youngsun menghempas pintu aprtement kemudian masuk tanpa membiarkan ku menjawab
pernyataanya.
Aku tak bisa
pulang dengan keadaan seperti ini. Aku akan menunggunya sampai pagi disini.
Sampai dia keluar dan mau mendengarkanku.
Malam itu
aku benar-benar lelah dan tertidur pulas, sampai seorang security akhirnya
menyuruhku untuk pulang. Katnya dia mendapati gambar ku dari CCTV terlihat
mencurigakan di depan apartement orang. Tak mau berdebat akhirnya aku putuskan
bermalam di mobilku saja. Maksud hati ingin menunggu Youngsun—Aku malah
kesiangan. Mungkin karena semalam otakku sangat lelah. Sekarang jam 9.30 aku
yakin Youngsun pasti sudah menuju kampusnya. Aku putuskan untuk langsung kesana.
Tanpa mencuci muka ku yang berantakan ini aku mencarinya di sudut-sudut
kampusnya. Karena dia sama sekali tak membalas telponku. Beruntung aku melihat
Dongmi yang juga teman dekat Youngsun dikampus.
“Kang
Dongmi.” Aku melambaikan tangan lalu menghampirinya.
“Oh,
Chansungah~ Neo wae yeogisseo?”
“Apa hari
ini kau ada kelas bersama Youngsun?”
“Oh.. Wae?”
“Jigeum
odisseo?”
“Ah,
Youngsun.. dia tadi izin tidak masuk kelas. Sebenarnya dia mau masuk tapi baru
saja Junho menjemputnya.”
“Odiga?”
“Molla. Dia
tak bilang mau kemana..”
“Aishh
saekki..” Aku spontan mengumpat pelan. “Dongmi apa kau ada waktu, aku mau
bicara. Ini soal Youngsun dan laki-laki itu.”
“Junho
maksudmu?”Aku hanya mengganguk malas.
“Jankaman.”
Dongmi berbicara dengan teman disebelahnya. “Wooyoungah, Gwanchana?” Sepertinya
dia meminta ijin dengan temannya itu.
“Geurae
kkaja.” Dongmi mengajakku pergi.
“Ah, aku
pinjam sebentar ya.” Aku berbicara pada pria yang disebut Dongmi—Wooyoung tadi.
Dia mengacungkan jempolnya tanda setuju.
***
Masih
diwilayah kampus—aku diajak Dongmi
menuju cafeteria kampus, karena Dongmi tak punya waktu banyak untuk berbincang.
“Aku
langsung saja, kami bertiga sedang tidak akur. Semalam aku memukul Junho.”
“Aigoo~ kau
ini memang apa salah Junho?”
“Dia mencium
Youngsun.”
“Lalu kau
pukul? Chansungah~ Youngsun bukan anak kecil lagi, dia tak perlu lindunganmu
apalagi di saat seperti itu. Lagi pula itu kan Junho. Mereka pacaran, wajar
saja kalu seperti itu. Apa kau tak pernah.”
“Ani..
Keugae. Justru karena Junho—aku tak suka
melihatnya. Aku cemburu.”
“Hah?
Cemburu? Maksudnya bagaimana?”
“Na Youngsun
Chuahae.” Aku melihat Dongmi terbelalak.
“Heol..
Jeongmalyo??”
“Jinjjayo.
Sudahlah bukan ini yang mau kubahas saat ini. Masalahnya apa kau tahu Junho itu
seorang ayah? Huh? Dia mempunyai seorang puteri.”
“Eottokahe
arasseo?” Dongmi juga tampak kaget.
“Aku
membututinya. Aku tahu semua tentang dia. Tapi Youngsun selalu menggangapku sok
tahu. Dia menipu Youngsun. Dia itu pria beristeri. Tapi Youngsun tak pernah
mendengarkan aku.”
“huhh..”
Dongmi menghela nafas panjang. “Aku tak pernah memberitahumu ya, Kau tahu
dengan sendirinya.”
“Maksudmu?”
Aku tak mengerti yang dibicarakan Dongmi.
“Youngsun
sudah tahu kalau Junho mempunyai isteri. Tapi dia nekad tetap menjalani
hubungan itu atas dasar cinta. Youngsun melarangku menceritakan ini pada
siapapu terutama kau. Tapi karena kau sudah tahu sendiri, jadi aku ceritakan
saja.”
Aku tak
mampu berkata-kata lagi. Kepalaku rasanya mau pecah. Apa sebenarnya yang ada di
pikiran Youngsun sampai dia mau menjalin hubungan dengan pria beristeri. Dia sudah
tahu bahwa hubungan meraka tidak mungkin berakhir di pelaminan. Atau
jangan-jangan Youngsun bermaksud membat Junho bercerai dengan isterinya. Ahhh
kepalaku benar-benar mau pecah memikirkannya.
***
Dua
sahabatku ini tak menjawab telponku. Terlebih Youngsun, dia bahkan memblock
akun ku di ponselnya. Tidak ada jalan lain. Aku berusaha menghubungi Junho.
Nomor yang memang sudah lama aku curi dari kontak Youngsun.
“Yobuseyo?”
Suara Junho terdengar di seberang telepon.
“Apa mau mu
sebenarnya? Jauhi Youngsun dasar pria beristeri. Apa kau tak malu dengan anakmu
huh?”
“Nuguseyo?”
“Aku orang
yang memukulmu di apartement Youngsun. Kalu kau tak segera meninggalkan
Youngsun akan aku laporkan semuanya ke isterimu. Aku sedang..”
“TK Global
internasional. Isteriku berada di sana, dia menjemput anak kami. Laporkan saja
jika kau mau.”
Tiba-tiba
telpon itu terputus. Sial, apa dia mengancamku? Dia pikir aku tak berani
menceritakan semuanya.
Aku mencari
sosok wanita dengan rambut ikal sebahu itu. Saat ku dapati sosoknya. Segera aku
hampiri.
“Agasshi,
permisi. Apa kau ada waktu, aku mau bicara sebentar.”
“Kau ini
siapa ada perlu apa? aku tak punya banyak waktu. Aku sibuk.”
“Jankaman. 5
menit saja.” Dengan posisi berdiri aku segera menunjukan foto-foto Youngsun
bersama Junho yang aku ambil diam-diam saat membututi mereka. “Suamimu ini
berselingkuh dengan pacarku lihat.!!” Wanita itu melihat ponselku. “Kau kan
isterinya, tolongdiajarkan suamimu.”
“Jeosseonghieyo,
aku bentul-betul minta maaf, dia pacarmu ya?. Nanti akan aku nasehati suamiku.
Kalau begitu aku permisi dulu.”
Wanita itu
lalu pergi begitu saja meninggalakanku. Apa-apaan ini, suaminya berselingkuh
tapi dia menggangap seolah suaminya hanya bolos sekolah. Apa maksud kata-kata
akan menasehainya nanti. Ah, sia-sia saja aku menemui isterinya. Mungkin
isterinya takut dicerai oleh Junho.
Kalu begini
sepertinya tak ada cara lain selain bicara langsung pada gadis keras kepala
itu. Aku menunggunya di pinggir jalan depan aparementnya. Mataku sungguh lelah
hari ini, tapi aku ak boleh tertidur begitu saja. Aku akan menunggunya disini.
Tapi sungguh mata ini tak bisa diajak kompromi sesekali dia terpejam kemudian
dengan cepat aku menyadarkan diri, menepuk-nepuk pipiku. Aku lihat waktu sudah
menunjukan pukul lima sore. Tapi Youngsun belum juga terlihat. Tak mau salah
aku memastikan dengan mengirim pesan ke Dongmi menanyakan keberadaan Youngsun.
Ternyata Dongmi membalas bahwa saat ini
dia berada di aparement Youngsun menunggunya yang memang juga belum pulang.
Dongmi menyuruh aku masuk dan berbincang lagi di dalam, tapi aku menolaknya.
Lebih baik aku menunggunya disini saja.
Tak lama
setelah itu aku melihat dari sepion dalam mobil—kebelakang , sosok Youngsun
perlahan mendekati mobilku. Dengan cepat aku keluar menunggunya dari arah yang
berlawanan. Saat dia sudah mendekatiku, ku buka pintu mobil dan menariknya
masuk. Sesegera mungkin akupun masuk dan mengunci semua pintu. Terlihat dia
berusaha keras membukanya.
“Neo
Mwohae??” Dia bertanya apa yang sedang aku lakukan sambil berusaha terus
membuka pintu mobil. “Chansung ya!!” pekiknya.
Aku hanya
diam membiarkan apa saja yang mau dikatakannya aku tak akan bersuara. Tak mendengar
suaraku Youngsun tiba-tiba menatapku lekat-lekat. Baru akahirnya dia diam dan
duduk tenang. Apa mungkin aku terlihat sangat menyedihkan saat ini. Kami sering
sekali berada dalam keadaan seperti ini. Dalam satu mobil yang sama—duduk bersebelahan. Tapi baru kali ini suasannanya
terasa sangat asing.
“Hanya
sebentar saja dengarkan aku.” Ucapku perlahan
“PPalie”
Jawabnya cepat.
Oke.. aku
menghela nafas, sepertinya Youngsun memang tidak mau berbicara denganku lagi.
Apalagi untuk berlama-lama. Aku melihatnya dia hanya memandang lurus kedepan
tanpa menatapku.
“Sekali
lagi, soal Junho aku minta maaf.” Youngsun tak bereaksi. “Tapi yang ku lakukan
itu wajar, aku tak bisa melihat pemandangan itu kemarin. Na neo chuahe Youngsun
ya.” Youngsun juga sama sekali tak tertarik dengan kata-kataku. “Tapi kenapa
harus Junho…” Suaraku bergetar. “Dia suami orang, dia sudah punya anak. Apa kau
mau merusak rumah tangga orang?” Kali ini Youngsun berbalik menatapku. Terlihat
sangat marah.
“Kau, sudah
berapa kali aku bilang jangan sok tahu soal dia.”
“Aku tahu
semua, aku mengikutinya aku tahu anak dan isterinya! Ayolah Youngsun, kenapa
harus Junho.”
“Kenapa
harus aku?”
“Hahg??” ucapku
kaget, bingung mendengar ucapanpan Youngsun.
“Orang yang
kau sukai, kenapa harus aku?” Ucapnya memperjelas pernyataan sebelumnya.
Apa? apa
yang seharusnya aku jawab agar dia yakin kalau aku benar-benar tulus
menyukainya. Karena dia baik, karena dia cantik, karena kami sudah salaing
kenal, apa yang seharusnya ku jawab? Kenapa semua alasan terdengar tidak tulus.
Aku hanya terdiam tak bisa menjawab.
“Tak bisa
menjawab, atau memang tak punya jawaban?” Youngsun bertanya menantang.
“Apa harus
ada alasan untuk mencintai seseorang.” Jawabku.
Benar, aku
sendiri tak mengerti alasan aku menyukainya. Karena itu tulus datang begitu
saja dari hati, tanpa alasan.
“Majayo”
Youngsun tampak tersenyum membuatku binggung dan kembali memandang kedepan. “Mecintai
seseorang dengan tulus tak perlu alasan. Itulah jawaban pertanyaan mu soal
Junho tadi.”
Seketika aku
membisu dan terus menatap Youngsun tak bergeming. Heningsejenak menyapa kami
berdua. Youngsun lalu menatapku tersenyum “Na kkayeyo” Ucapnya dan membuka
pintu mobil dan meninggalkanku sendiri mematung disana. Ku sandarkan kepalaku
ke stir. Kepala ini terasa sakit sekali. Kami berdua sama-sama tak memiliki
alasan untuk menyukai seseorang.
Tok..tok..
Tak lama kudengar suara
kaca mobil yang di ketuk, Saat ku buka aku melihay Youngsun disana. Dia
mengulurkan satu cup coffee hangat padaku.
“Minumlah,
jangan pulang dalam keadaan mengantuk. Istirahat kalau sudah sampai. Chansung,
kau tahu aku tak mau kehilangan sahabat
terbaiku. Kau dan Chieun.” Ucapnya dengan senyuman yang biasanya aku lihat.
Perlahan ku sambut Coffee itu kemudian melihat Youngsun yang terus menghilang
menjauh dari tatapannku.
Saat aku
mulai meneguk Coffee itu, aku berfikir—Benar yang diucapkan Youngsun. Aku juga
tak mau kehilangan sahabatku. Baik
Youngsun, ataupun Chieun.
-End-
Komentar
Posting Komentar