Langsung ke konten utama

Don't Remove Your Past

Masa Lalu itu untuk di kenang bukan di binasakan. Sekalipun itu memalukan, menyesatkan karna seburuk-buruknya masa lalu, kita gak bisa pungkiri mereka adalah bagian sejarah dalam hidup kita. Bahwa kita pernah mengalami jatuh bangun, sejarah mencatat semuanya dan membungkus dalam kotak bernama memori. Tempatkan mereka di hati sebagai reminder kita dalam melangkah kedepan. Yang baik jadikanlah kenangan indah, yang buruk jadikanlah pelajaran berharga. Seorang teman bicara, "Del, gue mampir ke blog lo dan tanpa sengaja keasikan baca yang lama-lama. Kenapa gak dihapus aja?. Lo gak takut kalau kebaca temen-temen baru?" Hmmmm masa lalu kan bukan tato yang ketika berhijrah kita harus hapus itu tato. Lagian selama kenangan-kenangan pahit bukan lah aib, selama itu juga aku tidak merasa terganggu bila di publish.  Perihal teman baru, biarlah...... Aku tidak perduli dengan penilaian orang. Karena aku hidup bukan sekedar untuk membuat orang lain terkesan. Dengan membagi kis

[2PM FanFic] Forbidden Love #part6



[Youngsun]


Kenapa harus ada cinta diantara kami. Urusan ku sudah cukup rumit, ditambah lagi masalah kedua sahabatku Chieun dan Chansung. Membuat kepalaku mau pecah. Chansung masih berada di depan pintu apartement ku saat ini. Sebenarnya aku tak tega melihatnya tertidur disana. Tapi aku terlanjur marah padanya karena bersikap seperti itu dengan Junho. 

“Selamat malam, security center. Bisa tolong aku, didepan apartement 113 ada seseorang tertidur disana. Apa kalian bisa membangunkannya. Aku sangat takut.”
“Oh, baiklah kami akan segera periksa kesana.”
“Kamsahamnida.”

Aku terpaksa menghubungi security, mana mungkin aku membiarkanya kedinginan di luar. Setidaknya dia bisa segera pulang dan istirahat. Aku menatap dari intercom dalam apartement. Chansung akhirnya meminta maaf pada security dan segera pulang. Aku khawatir sekali pada Junho. Pukulan Chansung tadi sepretinya lumayan keras, membuat pelipis bibir Junho memar. Ah.. aku kesal sekali jika membayangkannya. Kenapa anak itu selalu saja sok tahu soal Junho. Itulah kenapa dari awal aku tak pernah menceritakan ini padanya. Aku juga tak habis pikir kenapa bisa serumit ini. Kenapa juga dia harus menyukaiku, padahal aku tadi bermaksud membantu Chieu. Aku tak habis pikir bagaimana perasaan Chieun sekarang. Ah, sudahlah harusnya aku memikirkan kondisi Junho.
Aku bermaksud menghubunginya tapi aku sedikit ragu, aku ingat Junho selalu bilang jangan pernah menghubunginya, kecuali dia yang menghubungiku. Akhirnya malam itu ku urungkan niatku. Kenapa aku mudah sekali merindukannya padahal belum sampai satu jam yang lalu kami bertemu.

***

Jaljasseoyo.. Pagi itu Junho mengirimkan pesan menanyakan apa tidurku semalam nyenyak.
Bogoshipeoyo oppa. Pesan yang selalu saja ku kirim saat dia menanyakanku. Aku juga heran bertemu dengannya seperti menghirup caffeine. Jika sehari saja tak bertemu rasanya tubuhku bisa menggigil, dan kepalaku bisa terasa pusing.
Uri manhayo najunge, sehabis mengantar Haru aku akan menjemputmu di kampus ya.
Oh, arasseo na kidarilke oppa :*
 
Aku segera bergegas ke kampus. Pagi itu Chansung tak lagi nampak, sepertinya semalam dia sudah kembali ke rumahnya. Pagi itu aku mencari temanku Dongmi, sepertinya aku harus absen pagi ini karena Junho mengajak bertemu.

“Ya, Dongmiah… Jebal.” Ucapku memohon.
“Kalau sekali lagi tak masuk kau bisa tidak lulus tahu!”
“Ah,, kalau tidak lulus aku bisa mengulang smester depan, tapi kalau aku tak bertemu Junho hari ini, aku tidak akan bisa tidur semalaman, terus aku bisa sakit. Kalau sakit sama saja smester depan aku juga tak bisa mengulang kan.”
“Heol.. geurae lakukan saja yang kau mau. Aku tak pernah menang berdebat denganmu.”
“Hehee gomawoyo.. gomawo.” 

Aku berterimakasih pada sahabtku itu. Aku mengenal Dongmi sejak masuk di jurusan yang sama. Sudah tiga tahun kami selalu bersama.
Di tengah-tengah obrolanku, Junho datang menjemputku. Dia menyapa Dongmi, juga tak lupa membawakan sarapan untuk Dongmi dan Wooyoung. Selalu begitu setiap kali dia meminta tolong pada temanku untuk menculikku di tengah-tengah jam kuliah.

 “Mianhae, belakangan ini aku sering sekali mengajaknya bolos dan merepotkan kalian.” Ucap Junho pada Dongmi dan Wooyoung.
“Gwaenchana hyung.” Wooyoung menyambut senang bekal sarapan yang di berikan Junho.
Tiba-tiba ponsel Junho berbunyi dan dia segera menjauh dari kami.
“Yak Youngsunah.. Oppa mu pagi-pagi begini, kalian mau kemana? Taman hiburan saja belum buka.”
“Wooyoungah, siapa bilang mereka mau ketaman hibran. Mereka berkencan kan di taman kanak-kanak.” Sadar akan ucapan Dongmi aku memandangnya sinis. “Heehe Mian, Mian.” Ucapnya sadar bahwa kami tak hanya berdua disana.
“Haha Mwohae Taman kanak-kanak?” Sepertinya Wooyoung tak sadar maksud Dongmi. Dia hanya tertawa saja sembari melahap donut. “Senang ya, kalau jadi direktur mau datang siang ke kantor juga siapa yang akan marah. Kau beruntung sekali Youngsun bisa menjadi pacarnya.”

Beruntung, kau hanya melihat semuanya dari luar Wooyoungah. Seandainya kau tahu betapa rumitnya hubungan ini. Aku dan Dongmi saling berpandangan sesaat. Setidaknya Dongmi sedikit tahu posisiku saat ini. Tak lama Junho kembali dan berpamitan dengan Dongmi dan Wooyoung. Barulah kami pergi meninggalkan mereka.


***

Pagi itu Junho dalam mood yang bagus sepertinya. Dia tak berhenti tersenyum. Apalagi setelah menerima telepon yang ternyata dari wali kelas Haru—Anaknya. Untuk Haru, aku akan menceritakannya nanti. Junho senang sekali karena Haru sangat berprestasi di TK nya. Dia terus menceritakan anak itu dengan atusias. Sejujurnya aku juga menyukai Haru. Dia anak yang pintar juga cantik. Secantik Ibunya aku rasa. Kami juga sering jalan bertiga. Dia memanggilku eonni. Sedih sekali, karena Junho mengenalkanku sebagai adik sepupunya.

“Oppa mengejutkan sekali pagi-pagi begini.”
“10.00 Youngsunah, sudah hampir siang.” Aku mengecek jam tanganku lalu tersenyum.

Lalu kami akhirnya sampai juga di tujuan Junho. Sebuah sorum mobil. Ah, dia mau beli mobil baru jadi aku disuruh memberikan masukan. Saat kami masuk dan melihat-lihat, semua staff akrab menyapa Junho. Sepertinya dia sering kesini. Tapi bebarapa memandangku skeptis. Aku merasa tak enak, sepertinya julukan kekasih gelap, atau apalah cocok sekali di tunjukan pada ku saat ini.

“Sekarang pilihlah.” Eh, aku kaget mendengar Junho bicara begitu. Apa dia mau membelikan ku mobil. “Aku rasa mobil sport cocok untukmu. Kau kan masih muda dan energic.” Dia menunjuk sebuah ferari sport berwarna putih. Yang menjadi perhatianku adalah angka Nol yang berderet di papan harganya.
“Oppa niga…” Ucapku terbatah.
“Nee, Seonmuli-yeyo.” Dia memotong ucapanku, dan berkata mobil itu adalah hadiah.
“Seonmul..? Museun seonmul?” Aku bahkan tak berulang tahun kenapa memberi hadiah mahal. “Oppa, apartement yang kau berikan saja belum lama aku tempati. Sekarang mobil sport. Yah orang akan benar-benar memandang rendah pada ku.”
“Oppa menang tender dengan proposal buatanmu. Kau pantas menerimanya.” Ucapnya tersenyum.

Ah.. aku ingat bebarapa bulan lalu aku membantunya membuat proposal pekerjaanya. Tapi aku sungguh tak bisa menerima mobil itu. Bukan tak berhak tapi aku tak mau. Dia bilang aku pantas menerimanya. Apa selain hadiah mahal tak ada yang pantas aku terima?. Aku kembali ke mobil meninggalkanya. Junho berteriak memanggilku tapi tak aku hiraukan. 

“Youngsunah, waeyo? Apa tak ada yang kau suka? Geurae kita cari ke sorum lain.”
“Oppa geumanhae. Aku tak pernah menginginkan mobil.”
“Oh.. lalu apa yang kau mau? Katakana saja.”
“Jeowa Kyeorhoneun… Kyeorhoneun juseyo oppa.” Aku menatap matanya lekat-lekat. Mungkin permintaan untuk menikahiku ini sudah ratusan kali ku minta. Walau aku tahu jawaban Junho akan selalu sama.
“Youngsun, Mianhae..” Aku sudah hafal dengan kata-kata itu.
“Aku sama sekali tak masalah menjadi isteri simpanan mu oppa, asal kita memiliki status. Bukan seperti sekarang.” Nada suaraku mulai meninggi. “Apa kau tak ingin bersamaku?, apa kau tak ingin bercinta denganku. Hagh?” Aku rasa aku sudah kerasukan. Siang itu aku mulai membuka kancing bajuku satu demi satu dihadapan Junho sambil terus bicara melantur.
“Youngsunah, Mwohae?? Neo waegurae..” Dia mencoba menghentikan tindakanku itu. Tapi aku terus menepis tangannya.
“Aku bisa memuaskanmu lebih darinya oppa, kenapa kau tak mau hagh? Wae..!!” Aku terus berteriak di dalam mobil kedap suara dengan jendela tak telihat orang itu. “Wae.. Wae.. kenapa kau bisa memberikanku segalanya tapi tidak hatimu. Aku hanya butuh hatimu bukan hartamu.” 

Aku akhirnya menangis di pelukan Junho. Junho tamapak sangat bersalah sekali. Dia membetulkan bajuku kembali seperti semula. Kalau ada orang bodoh di dunia ini aku rasa itu adalah aku. Hampir tiga jam kami berdua berada di basement sorum tanpa sepatah kata.

“Youngsunah, baegophayo? Kau dari tadi belum makan.”
“Anbaegophayo.” Jawabku singkat.
“Geurom, aku akan mengantarmu pulang kalau begitu.” Aku tak menjawab hanya Junho saja melajukan mobilnya menuju apartement ku.
“Na Coffee hagoshipeoyo.” Ucapku mendadak di tengah perjalanan.
Coffee? Hagoshipeo? Jankan.. aku kan belikan untukmu.” 

Junho menepikan mobilnya di tepi jalan dan lari ke seberang jalan untuk mencarikan coffee untukku. Pada saat itu aku keluar dan mencari taxi untuk pulang sendiri. Aku tak perduli meninggalkan mobil mahal itu di tepi jalan. Aku memanggil taxi dan segera pergi dari situ. Supir taxi dari tadi bertanya hendak pergi kemana aku. Aku juga binggung. Tak mungkin mencari Chansung disaat seperti ini, apalagi ke kampus dengan wajah berantakan begini.

“Jongno Tower.” Ucapku pada supir tersebut.
Akhirnya aku tiba di Jongno Tower, markas besar Samsung tepat pada jam istirahat siang. Chieun sedang magang disini. Aku segera menuju informasi mencari Chieun. Tak lama aku menunggu di loby, Chieun menemuiku.
“Waeyo?” Ucapnya heran menatapku. Pelukanku sepertinya sudah menjadi jawaban atas pertanyaannya. “Kkaja, kita bicara dirumahku. Hari ini aku magang setengah hari.” Aku hanya mengganguk.

***

“Kenapa kau baru cerita sekarang Youngsunah…”Chieun tampak kesal mendengar ceritaku soal Junho.
“Tiga bulan lalu kau sedang sibuk menyiapkan pestamu dan Minjun kan. Jadi aku juga tak mau menggangu. Lagi pula aku tahu kau pasti akan melarangnya.”
“Tentusaja, kalau dia suami orang. Aku lebih suka melihat mu bersama Chansung.”
“Aniya… jeoltereo Chieunah.. itu tak akan pernah terjadi. Jadi berhenti bicara soal itu. Aku sama sekali tak punya perasaan apa-apa padanya. Aku tak ingin kehilangan kalian berdua.”
“Arasseo nadoo.” Kami berdua berpelukan.

Kami bercerita panjang lebar hingga sore hari itu. Aku sama sekali tak mendapatkan gangguan karena aku mematikan ponselku. Usai puas berbagi kesedihan bersama Chieun aku akhirnya kembali pulang menuju apartement. Aku merasa sedikit lega bisa menumpahkan semua yang kurasakan. Aku rasa hubunganku dan sahabat-sahabatku sudah selesai. Namun aku salah, masih ada satu lagi yang belum selasai. Chansung menariku masuk ke mobilnya dan aku berusaha keluar tapi sia-sia dia segera masuk dan menguncinya. Apa sebenarnya yang ada di pikiran anak ini. Hari ini kepalaku sudah sangat berat sekali ditambah lagi dengan kelakuannya hari ini.

Aku menatap wajahnya, wajah lesu seperti manusia kehabisan darah. Sesaat aku pun diam membiarkan dia bicara. Aku sadar Chansung masih menggunakan baju yang yang sama. Dia pasti belum kembali kerumahnya dan menungguku disini. Harusnya aku mendengarkan semua yang mau dia katakan. Tapi lagi-lagi dia mengatakan hal yang sama, aku sama sekali tak perduli. Tapi lagi-lagi dia bicara sok tahu soal Junho. Oke, kau tahu mengenainya. Tapi tak semua yang kau tahu itu benar. Aku kembali marah padanya. Apalagi dia selalu saja bertanya kenapa aku jatuh cinta pada Junho.
Aku sendiri tak pernah tahu kenapa aku bisa jatuh cinta pada orang yang sering menyakitiku. Mungkin aku menderita Stockholm seberapa sering Junho melukai perasaanku, semakin aku berambisi untuk bersamanya. Chansung juga tak bisa menjawab pertanyaanku kenapa dia menyukaiku. Saat yang tepat untuk aku meninggalkannya. Aku keluar dari mobil dan meninggalkannya. Tapi menggingat raut kusutnya tadi membuatku sedikit khawatir. Aku kembali membawakannya segelas Coffee hangat yang aku beli di café depan apartementku. Setidaknya dia bisa mendapat sedikit tenaga saat menyetir.

“Minumlah, jangan pulang dalam keadaan mengantuk. Istirahat kalau sudah sampai. Chansung, kau tahu  aku tak mau kehilangan sahabat terbaiku. Kau dan Chieun.” Setelah berkata begitu aku pergi meninggalkanya. Kali ini urusanku dengan sahabat-sahabatku benar-benar sudah selsai. Aku percaya waktu akan memulihkan semuanya.

***

“Oh, wasseo..” Dongmi yang sudah berada di dalam apartement menyambutku. “Tadi Chansung mencarimu..”
“Uri manhasseo.” Ucapku tak bergairah.
“Odiga? Dia masih dibawah? Daebak.. dia dari tadi siang menunggumu tahu.”
“Karna itulah tak seharusnya dia membuang waktu menunggu wanita sepertiku.” Aku merebahkan tubuhku di sofa.
“Wae tto.. aishh setiap pulang berkencan dengannya kau selalu saja seperti ini. Sudahlah apa susahnya menerima Chansung.”
“Kau tahu rasanya menjalin hubungan dengan sahabat sendiri huh? Coba kau jadian dengan Wooyoung!”
“Maldo andwea naega..” Dongmi menjawab cepat.
“Geuromyeon, maldo andwea nado. Asiss…” Sesaat kami terdiam. Aku merasa lelah sekali. “Dongmiah.. seandainya pangeran Daegumu itu tak menolakmu..”
“Yak.. kenapa kau tiba-tiba membahas itu. Itu sudah tiga bulan yang lalu.”
“Maja.. tepat saat aku bertemu Junho di club saat menemani kau minum sampai mabuk, kau tak pernah tahukan cerita dibalik itu kan.”
“Jadi kalian bertemu disitu sejak pertama kali kita datang? Waktu aku mabuk? Tapi kau mengenalkannya padaku saat hari ke tujuh? Daebak!! Pantas kau semangat sekali saat diajak ke club itu. Jangan-jagan dia yang selalu mengantarku pulang kalau mabuk?” Aku hanya mengganguk.

Begitulah pertemuanku dengan Junho. Disela-sela patah hati Dongmi yang panjang itu aku bertemu dengannya. Awalnya aku sama sekali tak tertarik padanya. Apalagi dari hari pertama bertemu yang dibicarakan hanya hubungan dia dan isterinya yang tak harmonis. Sebenarnya aku kasian padanya. Tapi seiringnya pertemuan kami yang kerap terjadi, perasaan itu tumbuh begitu saja. Aku seperti ingin menjadi tempatnya bersandar, mengeluarkan semua kegalauannya. Anehnya aku bahagia dengan itu semua. Junho orang yang baik dan jujur tak pernah sekalipun dia berbohong mengenai dirinya bahkan sejak awal bertemu. Bahkan soal hatinyapun dia tak bisa berbohong. Dia tak mau membahagiakannku dengan kebohongan. Tak pernah aku menemui orang seperti ini sebelumnya. 

“Youngsunah, katakana apalagi yang tidak aku tahu soal bad boy itu huh?”
Bad boy anieyeyo.. Jinjja. Dia orang yang baik. Bahkan terlalu baik.”
“Iya terus saja membelanya.” Ucap Dongmi sedikit malas mendengar kata-kataku.
“Dia bahkan menikahi isteri nya dalam keadaan sudah berbadan dua.”
“Jinjjaaaa?” Dongmi bukan main terkejut. “Youngsunah Jinjja.. Lee Haru sungguh bukan anak Junho? Seolma.” Aku hanya mengganguk.
“Makanya aku selalu marah jika kalian bicara dia pria buruk. Terutama Chansung yang selalu sok tahu, padahal dia tak tahu apa-apa. Kau tahu tidak...”
“Mwoga?”
“Junho sama sekali tak pernah mau bercinta denganku. Dia tetap menjaganya untuk wanita itu.”
“Neo… Youngsunah.. kau ini gila atau apa huh??!! Ada pria baik yang tulus mencintaimu, tapi kau malah membuang-buang waktumu untuk pria yang hanya memanfaatkanmu saja. Napeun namjaya, jinjja.”
“Geurom neo mwo?? Napeun yeojaga?. Kau juga memanfaatkan Nichkhun. Lalu putus darinya, dan membuang-buang waktu hanya untuk menunggu pangeran Daegu mu itu? Siapa namanya? Aku bahkan tak pernah melihat seperti apa rupanya. Apa dia lebih tampan dari Nichkhun oppa.”
Dongmi tak bersuara saat mendengarku berkata begitu. “Yak.. kau marah? Mian… na geuyang..”

“Dwasseoyo.. lupakan saja, aku memang wanita buruk.” Dongmi tiba-tiba berkata demikian. Ku sandarkan kepalaku ke bahunya. Dan hanya mendengarkan ucapannya. “Cinta memang sesuatu yang misterius. Tak ada ilmu yang mempelajarinya tapi kita bisa tahu dengan sendirinya. Saat kita katakan kita tahu dan paham soal itu, tapi kenyataanya kita gagal dalam memperaktekannya.” Aku hanya mengganguk dalam hati dan memejamkan mata. Dongmi benar, cinta memang misteri sang pemberi cinta. Kepada siapa dia mau memberikan cintanya itu haknya. Seberapa kuat kita memaksa, jika itu bukan hak kita maka tak akan pernah kita dapatkan.

“Dongmiah~ aku ingin sekali menderita amnesia.” Aku menggigau dibahunya.

-End-

Part 7 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Doa jika kucing hilang

Hi.. Kali ini dengan penunuh semangat bercerita.Ngga kayak kemaren yang menderu penuh air mata. Aku mau sharing tentang pengalaman spiritual ku dengan sang pencipta nih.  Dua hari yang lalu aku cerita kalo Brondie kucing ku hilang, oopss dibuang tepatnya. Soalnya dia kena scabies. Karena binggung terus orang rumah juga udah ada yang ketuleran jadinya mama bilang buang aja. Untuk mencegah dia gak balik lagi aku buang dia jauh menyebrangi sungai (BKT). Jaraknya dari rumah aku itu kira-kira 2KM lah. Waktu itu juga abis subuh jadi masih gelap. Pas dibuang kita pulang ke arah Barat, dan sempet liat Brondie muter ke Timur, jadi kita saling lawan arah. Sampe di rumah ada perasaan nyesel banget. Kepikiran dia yang manja banget itu harus berada di luaran dengan penyakit gatel-gatel itu. Gak kebayang tar mukanya luka-luka dimana-mana. Alhasil aku cuma bisa nangis sejadi-jadinya. Seharian udah lebih dari ditinggal mati suami aja LOL.  Mama sama abang kesian jadi beliin gantinya yan

Don't Remove Your Past

Masa Lalu itu untuk di kenang bukan di binasakan. Sekalipun itu memalukan, menyesatkan karna seburuk-buruknya masa lalu, kita gak bisa pungkiri mereka adalah bagian sejarah dalam hidup kita. Bahwa kita pernah mengalami jatuh bangun, sejarah mencatat semuanya dan membungkus dalam kotak bernama memori. Tempatkan mereka di hati sebagai reminder kita dalam melangkah kedepan. Yang baik jadikanlah kenangan indah, yang buruk jadikanlah pelajaran berharga. Seorang teman bicara, "Del, gue mampir ke blog lo dan tanpa sengaja keasikan baca yang lama-lama. Kenapa gak dihapus aja?. Lo gak takut kalau kebaca temen-temen baru?" Hmmmm masa lalu kan bukan tato yang ketika berhijrah kita harus hapus itu tato. Lagian selama kenangan-kenangan pahit bukan lah aib, selama itu juga aku tidak merasa terganggu bila di publish.  Perihal teman baru, biarlah...... Aku tidak perduli dengan penilaian orang. Karena aku hidup bukan sekedar untuk membuat orang lain terkesan. Dengan membagi kis

Doa Untuk Yang Sedang Terlilit Hutang

Assalamualaikum readers semua.. Kalau sudah sampai pada postingan ini artinya temen-temen semua lagi ada dalam masalah hutang piutang pastinya. Gak apa temen-temen sekalian, tidak usah malu jika punya hutang. Malu lah jika tidak bisa membayar hutang. Karena dalam islam, perkara hutang ini bukan perkara kecil. Pada saat manusia telah meninggal, hutang adalah perkara pertama yang di munculkan. "Jika ada hutang-piutang silahkan hubungi keluarga ybs" kalimat itu kerap kita dengar saat yang punya hutang telah meninggal.Itu sebab hutang bukan lah perkara ringan. Saya mau berbagi pengalaman mengenai hutang semoga bisa menjadi manfaat bagi teman semua. Dahulu sekitar April 2016 saya pernah terlilit hutang (kreditan) dalam kasus ini, saya adalah pihak yang didzalimi. Seseorang (Si Pulan) telah berhutang atas nama saya pada perusahaan leassing. Pada saat itu saya hanya bisa berpositif saja dan 100% sungguh sungguh niat hanya ingin membantu si pulan. Bulan pertama, bulan kedua