Langsung ke konten utama

Don't Remove Your Past

Masa Lalu itu untuk di kenang bukan di binasakan. Sekalipun itu memalukan, menyesatkan karna seburuk-buruknya masa lalu, kita gak bisa pungkiri mereka adalah bagian sejarah dalam hidup kita. Bahwa kita pernah mengalami jatuh bangun, sejarah mencatat semuanya dan membungkus dalam kotak bernama memori. Tempatkan mereka di hati sebagai reminder kita dalam melangkah kedepan. Yang baik jadikanlah kenangan indah, yang buruk jadikanlah pelajaran berharga. Seorang teman bicara, "Del, gue mampir ke blog lo dan tanpa sengaja keasikan baca yang lama-lama. Kenapa gak dihapus aja?. Lo gak takut kalau kebaca temen-temen baru?" Hmmmm masa lalu kan bukan tato yang ketika berhijrah kita harus hapus itu tato. Lagian selama kenangan-kenangan pahit bukan lah aib, selama itu juga aku tidak merasa terganggu bila di publish.  Perihal teman baru, biarlah...... Aku tidak perduli dengan penilaian orang. Karena aku hidup bukan sekedar untuk membuat orang lain terkesan. Dengan membagi kis

[2PM FanFic] Forbidden Love #part7



[Junho]


“Hyemi.. Aku menang tender lagi. Mau merayakan bersama.”
“Aniya oppa, aku lelah sekali hari ini. Geundae chukkahe.” Hyemi menepuk pundakku kemudian berlalu begitu saja seperti dugaanku.
“Kalau lelah berhenti saja bekerja. Kau bisa mengurus Haru dirumah.” Aku kesal sekali jika dia mengeluh lelah karena pekerjaanya. Karena pekerjaanya itu dia sama sekali tak punya waktu untuk kami. Mendengar ucapanku Hyemi memandangku dengan ke jenuhan. “Mian..” sadar dia tampak kesal akupun meminta maaf padanya.
“Aku harap itu kata-kata terakhir yang ku dengar dari mu oppa. Kau harus ingat kesepakatan kita saat menikah. Kau tetap membiarkanku bekerja.” Dia kembali berlalu.

Pernikahan kami sudah masuk di usia empat tahun. Sama seperti usia anakku. Aku menikahi Hyemi saat dia sudah mengandung Haru. Haru memang bukan anak kandungku tetapi aku sangat menyayanginya seperti aku menyayangi Ibunya. Lalu kenapa aku mau menikahi Hyemi? Cinta.. ya jawaban yang klise memang. Tapi itulah adanya.
Jauh sebelum itu kami terlibat dalam sebuah perjodohan. Kedua orang tua kami saling mengenal. Aku adalah anak tunggal, dan usiaku sudah cukup untuk menikah. Demi mengharap keturunan Ibuku mendesak agar aku segera menikah. Tapi aku terlalu sibuk berbisnis sehingga tak punya waktu untuk menghadiri kencan buta. Akhirnya aku dikenalkan dengan Hyemi. Hyemi ternyata sudah di jodohkan oleh orangtua nya padaku sejak dia masih dalam kandungan. Tapi itu semua hanya hasrat orang tua kami. Seiring bertumbuh dewasa Hyemi pasti punya keinginan sendiri. Yang aku tahu dia menolak perjodohan itu. Karena dia mempunyai pria lain yang dicintainya. Meski aku berusaha untuk merebut hatinya aku tetap tidak bisa. Sampai akhirnya Hyemi memutuskan mau menikah denganku juga karena desakan orang tuanya yang tak menyeujui hubungannya dengan laki-laki pilihanya. 

Tujuh bulan menikah kami memiliki seorang anak. Padahal selama tujuh bulan itu, aku sama sekali belum pernah menyentuhnya. Aku tahu, kondisi Hyemi saat itu. Dia sedang hamil tua, alasannya dia merasa mual jika mencium wangi parfum laki-laki. Makanya selama tujuh bulan menikah kami belum pernah tidur satu ranjang. Saat mendengar kami punya seorang anak,tentu saja kedua orang tua kami sangat senang. Meski mereka tidak tahu keadaan sebenarnya. Aku bisa bayangkan apa yang terjadi saat Ibuku tahu kalau Haru bukanlah anak kandungku. Dia pasti mengusir Hyemi—dan aku tak mau semua itu terjadi. Biarlah semua seperti ini, aku akan berusaha menumbuhkan cinta itu pada Hyemi.

***

Malam itu ku lajukan mobilku ke sebuah pub, karena Hyemi tak mau merayakan keberhasilannku maka aku putuskan merayakan nya sendiri. Harusnya aku merayakannya bersama rekan-rekan kerjaku, tapi aku malas karena selalu saja diejek aku tak pernah membawa isteriku saat ada gathering bersama mereka. Bukan aku tak mau tapi Hyemi yang tak pernah punya waktu. Pulang bekerja dia sudah mengeluh lelah. Untuk apa aku mencari uang banyak jika isteriku saja masih bekerja. Walaupun sebenarnya aku tahu Hyemi bekerja bukan semata-mata demi uang.

***

Ponselku mati, saat ini yang bisa menghiburku hanya Youngsun. Aku putuskan saja meninggalkan pub menuju apartemenya. Youngsun ini sebenarnya pacarku. Iya aku mempunyai pacar. Awal pertemuan kami saat aku menolong temannya yang sedang mabuk, lalu kami sering bertemu di Pub tadi. Tak sengaja aku selalu bercerita maslahku padanya, dan dia selalu merespon dengan baik. Aku tak mungkin menceritakan masalahku kepada kedua orang tuaku. Teman—aku tak mau hanya jadi bulan-bulanan mereka saat mendengar betapa malangnya kehidupannku yang tersembunyi dibalik kemewahan. Dengan Youngsun lah aku bisa merasa sangat nyaman. Lama-lama sikapnya padaku berubah. Dia selalu memberiku perhatian lebih yang tak pernah kudapat dari Hyemi. Aku ini manusia biasa dan juga laki-laki normal. Bila di beri perhatian terus menerus aku bisa saja menyayangi seseorang. Malam ini aku merindukannya.

Tingtong

Aku tiba di apartementnya, Youngsun membuka pintu dan kaget melihatku yang tampak murung.
“Waegeurae oppa?” Tanyanya. Tanpa menjawab aku segera menghambur bagai balita kedalam pelukannya. “Isanghae.. oppa ada apa?” Dia masih bertanya padaku.
“Bogoshipeo.” Aku mendekat dan menciumnya, namun belum lama aku menciumnya tiba-tiba saja seseorang memukulku. Ah, ternyata Youngsun tak sendiri disini. Pria itu Chansung—sahabat Youngsun. Aku yakin dia menyukai Youngsun, karena cuma dia sahabat Youngsun yang tak menyukaiku. Beberapa kali dia memintaku putus dari Youngsun tapi aku selalu menolak. Bagiku saat ini, Youngsun seperti air di gurun pasir. Bisa melegakanku dari kehausan. Tapi jangan dikira aku hanya melampiaskan nafsuku padanya, tidak bukan seperti itu. Aku sama sekali belum berhubungan badan dengannya. Padahal kami cukup lama berpacaran. Apalagi mengingat aku ini laki-laki dewasa yang sebetulnya bisa saja melakukan hal itu. Tapi itu semua tak aku lakukan, aku tak mau merusaknya, karena aku tahu hubungan ini terlarang dan tak akan pernah bisa berakhir ke pernikahan.

***

Pukulan itu membekas di sudut bibirku, anak itu sepertinya mengeluarkan semua tenaganya waku melihatku mencium Youngsun. Bahkan sampai hari ini aku masih merasakan nyerinya. Sepertinya anak itu tahu kalau aku bersama Youngsun, dia menelponku dan mengatakan akan membongkar hubungan kami pada Hyemi. Dengan senang hati kusambut baik permintaannya. Ku beritahu keberadaan Hyemi saat itu agar dia bisa mencarinya. Aku sudah membayangkan apa yang akan dilakuakan Hyemi.

***

Pagi itu aku mengajak Youngsun ke sorum mobil. Sebenarnya keberhasilan tenderku akibat campur tangan Youngsun. Tapi wajahnya yang selalu senang saat bersamaku mendadak berubah. Dia malah meninggalkan sorum itu saat aku menawarkannya mobil baru. Aku sama sekali tak bermaksud apa-apa padanya. Bahkan apa yang kuberikan padanya tidak ada artinya dibanding waktunya dan perhatiannya yang selalu saja diberikannya padaku.

“Youngsunah, waeyo? Apa tak ada yang kau suka? Geurae kita cari ke sorum lain.”
“Oppa geumanhae. Aku tak pernah menginginkan mobil.” Ucapnya dengan pandangan dingin.
“Oh.. lalu apa yang kau mau? Katakana saja.” Sepertinya aku tahu akan kemana arah pembicaraan ini.
“Jeowa Kyeorhoneun… Kyeorhoneun juseyo oppa.” Benarkan, Youngsun sudah berkali-kali meminta itu padaku.
“Youngsun, Mianhae..” Hanya itu kata-kata yang keluar dari mulutku saat Younsun selalu meminta jika aku harus menikahinya.
“Aku sama sekali tak masalah menjadi isteri simpanan mu oppa, asal kita memiliki status. Bukan seperti sekarang.” Nada suaranya mulai meninggi. “Apa kau tak ingin bersamaku?,” Aku mau selalu bersamamu seperti sekarang, aku hanya bisa menjawab dalam hati. “Apa kau tak ingin bercinta denganku. Hagh?” Tidak, aku tak pernah mengharapkan hal itu. Youngsun sepertinya tak main-main kali ini. Dia terus saja melantur dan berusaha membuka pakaiannya.
“Youngsunah, Mwohae?? Neo waegurae..” 

Aku berusaha mencegahnya, dia terus berontak sambil menangis, sampai akhirnya pelan-pelan aku bisa menenangkakanya kepelukanku. Perlahan ku rapikan kembali pakainnya. Dan setelah ke jadian itu kami hanya membisu sampai tiga jam di dalam mobil. Banyak sekali yang aku pikirkan saat itu. Aku ini demi ego dan kepentinganku, terus membiarkannya bermain-main dengan hatiku, hingga dia masuk ke ruang paling dalam dan sulit baginya untuk keluar. Youngsun pantas untuk bahagia, tapi bukan dengan orang sepertiku. Aku menyayanginya, aku merasa nyaman saat bersamanya, tapi aku sama sekali tak bisa memberikan hatiku padanya. Kalaupun kami menikah, aku akan lebih banyak lagi melukainya. Lalu apa bedanya aku dan isteriku. Aku tahu rasanya dicintai setengah hati, aku tak mau Youngsun merasakan hal itu. Dia selalu berkata kalau dia akan baik-baik saja dengan itu, tapi sesering dia mengatakan dirinya baik-baik saja, saat itu aku tahu dia sangat tidak baik-baik saja.

“Na Coffee hagoshipeoyo.” Youngsun tiba-tiba bersuara. Aku merasa lega, karena dari tadi dia hanya diam.
Coffee? Hagoshipeo? Jankan.. aku kan belikan untukmu.” Aku berlari ke seberang mencari penjual Coffee. Tapi saat aku kembali Youngsun tak adalagi di Mobil. Aku panik mencoba mengubunginya tapi ponselnya mati. Ah, kemana dia pergi dalam kondisi seperti itu. Tak lama aku mendapatkan telpon dari rumah—asisten  rumah tangga kami mengatakan Haru tidak mau makan, karena ia ingin aku menyuapinya. Mendengar itu aku segera pulang ke rumah.

***

Aku melihat Haru yang ternyata sudah tertidur di ruang TV.
“Haruya.. appa wasseo.” Aku perlahan membelai kepalanya bermaksud membangunkannya.
“Maaf tuan, tadi Haru sebenarnya mau makan dengan Nyonya tapi sehabis menjemput Haru, Nyonya langsung pergi ke kantor.” Aku hanya mengganguk dan menyuruh pembantu kami melakukan tugasnya lagi.
Aku membopong Haru menuju kamarnya. Aku tak mengerti apa sebenarnya yang ada di kepala isteriku. Menjadi editor naskah drama, berapa uang yang bisa dihasilkannya untuk itu. Apa pekerjaan itu benar-benar menyita waktunya? Bukankah mengedit bisa dia lakukan dirumah saja sambil menemani Haru.

***

Seharian aku sama sekali tak menghubungi Youngsun. Aku juga tak pernah menginjinkannya menghubungiku, kecuali jika sangat mendesak.
“Haru ya, kenapa haru suka menonton drama orang dewasa?” Sore itu aku melihat Haru duduk di depan TV dengan mengunyah permen kesukaanya.
“Eomma.” Jawabnya.
“Ah, Karena yang menulis ceritanya eomma makanya kau suka?” Haru hanya mengganguk. Aku melihat Haru sangat fokus pada TV. “Haru, mana yang kau suka, appa atau aktor dalam drama itu.”
“Appa!” jawabnya tanpa berfikir lama—membuat hatiku senang. “Geundae..” Haru kembali bersuara. “Eomma-ga, iSamcheo chuaheyeyo” Haru menunjuk actor yang tengah naik daun itu.
“Ah.. jadi eomma menyukai paman aktor itu? Haru tahu dari mana? Eomma lebih menyukai appa tahu!.”
“Ani..” Haru menggeleng. “Aku lihat eomma memeluk paman itu, tapi aku tak pernah melihat appa dipeluk eomma.”
Aku diam sejenak. Ini akaibat Hyemi sering membawa Haru ke tempat kerjanya. “Haru, itu karena eomma berteman dengan banyak artis. Paman itu salah satunya. Kalau sayang  itu seharusnya begini.” Aku mencium haru. Muaahhh bukan memeluk. Kalau mencium appa sering melakukannya, tapi saat Haru sudah tidur.”
“Appa, eomma chuahae?”
“Geurom.. neomu Chuahe.” Appa sangat menyukai Ibumu lebih dari apapun Haru. Aku memeluk Haru erat. Kami bermain berdua sampai malam Hyemi belum juga pulang. Jadi aku membawa Haru tidur bersama dikamarku. 

Aku mendengar saat Hyemi ternyata sudah kembali, segera aku keluar karena ranjang kami bukan ukuran untuk tiga orang. Daripada Hyemi yang tidur di kamar tamu, lebih baik aku saja—toh aku sudah biasa.
“Wasseo.. tadi aku main dengan Haru jadi dia tidur disini.”
“Odiga?”
“Aku tidur di kamar tamu saja. Kau tidurlah.”
Aku menuju kamar tamu dan mulai merebahkan tubuhku. Tapi tak lama kemudian Hyemi dengan mengenakan baju tidurnya membawa segelas minuman, aku bisa mencium aroma cokelat hangat. Jelas saja aku terkejut, apa dia mau tidur bersamaku? Atau dia ada yang ingin diceritakannya.
“Oppa igeo.” Dia memberikan cokelat hangat itu padaku. “Pasti hari ini kau lelah seharian menjaga Haru.” Pasti telah terjadi sesuatu padanya. 
 Hyemi yang aku tahu tak pernah sehangat ini. Dia memberikan pijatan di bahuku, seolah dia tahu betapa beratnya beban di pundakku ini. “Oppa, apa kau punya pacar diluar?” Hah? Apa yang dia maksud Youngsun.
“Naega? Yeoja chinggu..hmmm” Hyemi tak menunggu jawabanku dan kembali bercerita.
“Seseorang pria tadi menemuiku di sekolah Haru, dia bilang kau mengencani pacarnya.” Daebak, ternyata anak itu benar-benar menemui isteriku.
“Ani… bukan begitu..” Hyemi menghentikan pijatannya dan tiba-tiba saja melakukan back hug.
“Oppa, apa pacarmu cantik? Mianhae kalau membuatmu kesepian selama ini.” Pelukannya semakin erat dan tangannya perlahan membuka bajuku. Aku mencium jelas wangi alcohol dari mulutnya.
“Kamu mabuk.” Dia menggeleng, tak menjawab. “Hyemiah.” Ucapku menahan tangannya agar tak melepas semua pakaianku.
“Bogoshipeoyo” kata-katanya selalu bisa membius akal sehatku. Tapi sejujurnya aku juga tak bisa menahan. Jadi kubiarkan saja dia bermain semaunya. “Aku mau memberi adik untuk Haru biar dia tak kesepian lagi.” Aku tak tahu apa yang mendasari pemikirannya. 

Ini bukan hubungan suami—isteri pertama yang kami lakukan selama empat tahun berumah tangga. Aku tak pernah meminta kecuali Hyemi yang bersedia. Tapi hal yang selalu kutakutkan masih saja terjadi. Saat klimaksnya Hyemi selalu menyebut nama laki-laki itu. Ya, ayah kandung Haru. Apa nikmatnya menjadi bayang-bayang orang lain. Aku hanya sebuah raga, tapi yang ada di pikirannya hanya pria itu. Itulah kenapa Hyemi selalu melakukannya dalam keadaan mabuk.

Malam itu aku berfikir keras. Kenapa tiba-tiba di saat bersama Hyemi aku bisa merindukan Youngsun. Aneh sekali, belum pernah terjadi sebelumnya. Sepertinya empat tahun ini aku sudah cukup menyedihkan aku rasa. Aku tak mampu bertahan dalam keadaan ini lagi. Setelah malam itu sikap Hyemipun juga masih sama, hubungan suami—isteri yang kami lakukan itu tidak ada artinya sama sekali. Sepertinya semalaman aku berfikir dan tekatku sudah bulat. Aku akan menceraikan Hyemi, dan menikah dengan Youngsun. Sebagai laki-laki aku sudah cukup sabar. Aku merasa sudah tak punya harga diri lagi jika terus bertahan. Mungkin sudah waktunya aku belajar mencintai Youngsun.
Sore itu saat aku bermaksud ke apartment Youngsun, aku mendapat telpon dari sahabat Youngsun—Dongmi. 

“Oppa Youngsun kecelakaan dia sedang di ruang ICU mengalami koma. Kami di Rumah Sakit Seoul sekarang.” Kali ini aku benar-benar bagai disambar petir. Kenapa selalu saja ada hambatan jika ingin berniat baik. Aku baru saja merencanakan ingin menikahinya.

-End-

Part 8 is writing..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Doa jika kucing hilang

Hi.. Kali ini dengan penunuh semangat bercerita.Ngga kayak kemaren yang menderu penuh air mata. Aku mau sharing tentang pengalaman spiritual ku dengan sang pencipta nih.  Dua hari yang lalu aku cerita kalo Brondie kucing ku hilang, oopss dibuang tepatnya. Soalnya dia kena scabies. Karena binggung terus orang rumah juga udah ada yang ketuleran jadinya mama bilang buang aja. Untuk mencegah dia gak balik lagi aku buang dia jauh menyebrangi sungai (BKT). Jaraknya dari rumah aku itu kira-kira 2KM lah. Waktu itu juga abis subuh jadi masih gelap. Pas dibuang kita pulang ke arah Barat, dan sempet liat Brondie muter ke Timur, jadi kita saling lawan arah. Sampe di rumah ada perasaan nyesel banget. Kepikiran dia yang manja banget itu harus berada di luaran dengan penyakit gatel-gatel itu. Gak kebayang tar mukanya luka-luka dimana-mana. Alhasil aku cuma bisa nangis sejadi-jadinya. Seharian udah lebih dari ditinggal mati suami aja LOL.  Mama sama abang kesian jadi beliin gantinya yan

Don't Remove Your Past

Masa Lalu itu untuk di kenang bukan di binasakan. Sekalipun itu memalukan, menyesatkan karna seburuk-buruknya masa lalu, kita gak bisa pungkiri mereka adalah bagian sejarah dalam hidup kita. Bahwa kita pernah mengalami jatuh bangun, sejarah mencatat semuanya dan membungkus dalam kotak bernama memori. Tempatkan mereka di hati sebagai reminder kita dalam melangkah kedepan. Yang baik jadikanlah kenangan indah, yang buruk jadikanlah pelajaran berharga. Seorang teman bicara, "Del, gue mampir ke blog lo dan tanpa sengaja keasikan baca yang lama-lama. Kenapa gak dihapus aja?. Lo gak takut kalau kebaca temen-temen baru?" Hmmmm masa lalu kan bukan tato yang ketika berhijrah kita harus hapus itu tato. Lagian selama kenangan-kenangan pahit bukan lah aib, selama itu juga aku tidak merasa terganggu bila di publish.  Perihal teman baru, biarlah...... Aku tidak perduli dengan penilaian orang. Karena aku hidup bukan sekedar untuk membuat orang lain terkesan. Dengan membagi kis

Doa Untuk Yang Sedang Terlilit Hutang

Assalamualaikum readers semua.. Kalau sudah sampai pada postingan ini artinya temen-temen semua lagi ada dalam masalah hutang piutang pastinya. Gak apa temen-temen sekalian, tidak usah malu jika punya hutang. Malu lah jika tidak bisa membayar hutang. Karena dalam islam, perkara hutang ini bukan perkara kecil. Pada saat manusia telah meninggal, hutang adalah perkara pertama yang di munculkan. "Jika ada hutang-piutang silahkan hubungi keluarga ybs" kalimat itu kerap kita dengar saat yang punya hutang telah meninggal.Itu sebab hutang bukan lah perkara ringan. Saya mau berbagi pengalaman mengenai hutang semoga bisa menjadi manfaat bagi teman semua. Dahulu sekitar April 2016 saya pernah terlilit hutang (kreditan) dalam kasus ini, saya adalah pihak yang didzalimi. Seseorang (Si Pulan) telah berhutang atas nama saya pada perusahaan leassing. Pada saat itu saya hanya bisa berpositif saja dan 100% sungguh sungguh niat hanya ingin membantu si pulan. Bulan pertama, bulan kedua