Masa Lalu itu untuk di kenang bukan di binasakan. Sekalipun itu memalukan, menyesatkan karna seburuk-buruknya masa lalu, kita gak bisa pungkiri mereka adalah bagian sejarah dalam hidup kita. Bahwa kita pernah mengalami jatuh bangun, sejarah mencatat semuanya dan membungkus dalam kotak bernama memori. Tempatkan mereka di hati sebagai reminder kita dalam melangkah kedepan. Yang baik jadikanlah kenangan indah, yang buruk jadikanlah pelajaran berharga. Seorang teman bicara, "Del, gue mampir ke blog lo dan tanpa sengaja keasikan baca yang lama-lama. Kenapa gak dihapus aja?. Lo gak takut kalau kebaca temen-temen baru?" Hmmmm masa lalu kan bukan tato yang ketika berhijrah kita harus hapus itu tato. Lagian selama kenangan-kenangan pahit bukan lah aib, selama itu juga aku tidak merasa terganggu bila di publish. Perihal teman baru, biarlah...... Aku tidak perduli dengan penilaian orang. Karena aku hidup bukan sekedar untuk membuat orang lain terkesan. Dengan membagi kis
[Junho]
“Hyemi.. Aku menang tender lagi. Mau merayakan bersama.”
“Aniya oppa, aku lelah sekali hari ini. Geundae chukkahe.”
Hyemi menepuk pundakku kemudian berlalu begitu saja seperti dugaanku.
“Kalau lelah berhenti saja bekerja. Kau bisa mengurus Haru
dirumah.” Aku kesal sekali jika dia mengeluh lelah karena pekerjaanya. Karena
pekerjaanya itu dia sama sekali tak punya waktu untuk kami. Mendengar ucapanku
Hyemi memandangku dengan ke jenuhan. “Mian..” sadar dia tampak kesal akupun
meminta maaf padanya.
“Aku harap itu kata-kata terakhir yang ku dengar dari mu
oppa. Kau harus ingat kesepakatan kita saat menikah. Kau tetap membiarkanku
bekerja.” Dia kembali berlalu.
Pernikahan kami sudah masuk di usia empat tahun. Sama
seperti usia anakku. Aku menikahi Hyemi saat dia sudah mengandung Haru. Haru
memang bukan anak kandungku tetapi aku sangat menyayanginya seperti aku
menyayangi Ibunya. Lalu kenapa aku mau menikahi Hyemi? Cinta.. ya jawaban yang
klise memang. Tapi itulah adanya.
Jauh sebelum itu kami terlibat dalam sebuah perjodohan.
Kedua orang tua kami saling mengenal. Aku adalah anak tunggal, dan usiaku sudah
cukup untuk menikah. Demi mengharap keturunan Ibuku mendesak agar aku segera
menikah. Tapi aku terlalu sibuk berbisnis sehingga tak punya waktu untuk menghadiri
kencan buta. Akhirnya aku dikenalkan dengan Hyemi. Hyemi ternyata sudah di
jodohkan oleh orangtua nya padaku sejak dia masih dalam kandungan. Tapi itu
semua hanya hasrat orang tua kami. Seiring bertumbuh dewasa Hyemi pasti punya
keinginan sendiri. Yang aku tahu dia menolak perjodohan itu. Karena dia
mempunyai pria lain yang dicintainya. Meski aku berusaha untuk merebut hatinya
aku tetap tidak bisa. Sampai akhirnya Hyemi memutuskan mau menikah denganku
juga karena desakan orang tuanya yang tak menyeujui hubungannya dengan
laki-laki pilihanya.
Tujuh bulan menikah kami memiliki seorang anak. Padahal
selama tujuh bulan itu, aku sama sekali belum pernah menyentuhnya. Aku tahu,
kondisi Hyemi saat itu. Dia sedang hamil tua, alasannya dia merasa mual jika
mencium wangi parfum laki-laki. Makanya selama tujuh bulan menikah kami belum
pernah tidur satu ranjang. Saat mendengar kami punya seorang anak,tentu saja
kedua orang tua kami sangat senang. Meski mereka tidak tahu keadaan sebenarnya.
Aku bisa bayangkan apa yang terjadi saat Ibuku tahu kalau Haru bukanlah anak
kandungku. Dia pasti mengusir Hyemi—dan aku tak mau semua itu terjadi. Biarlah
semua seperti ini, aku akan berusaha menumbuhkan cinta itu pada Hyemi.
***
Malam itu ku lajukan mobilku ke sebuah pub, karena Hyemi tak
mau merayakan keberhasilannku maka aku putuskan merayakan nya sendiri. Harusnya
aku merayakannya bersama rekan-rekan kerjaku, tapi aku malas karena selalu saja
diejek aku tak pernah membawa isteriku saat ada gathering bersama mereka. Bukan
aku tak mau tapi Hyemi yang tak pernah punya waktu. Pulang bekerja dia sudah
mengeluh lelah. Untuk apa aku mencari uang banyak jika isteriku saja masih
bekerja. Walaupun sebenarnya aku tahu Hyemi bekerja bukan semata-mata demi
uang.
***
Ponselku mati, saat ini yang bisa menghiburku hanya
Youngsun. Aku putuskan saja meninggalkan pub menuju apartemenya. Youngsun ini
sebenarnya pacarku. Iya aku mempunyai pacar. Awal pertemuan kami saat aku
menolong temannya yang sedang mabuk, lalu kami sering bertemu di Pub tadi. Tak
sengaja aku selalu bercerita maslahku padanya, dan dia selalu merespon dengan
baik. Aku tak mungkin menceritakan masalahku kepada kedua orang tuaku. Teman—aku
tak mau hanya jadi bulan-bulanan mereka saat mendengar betapa malangnya
kehidupannku yang tersembunyi dibalik kemewahan. Dengan Youngsun lah aku bisa
merasa sangat nyaman. Lama-lama sikapnya padaku berubah. Dia selalu memberiku perhatian
lebih yang tak pernah kudapat dari Hyemi. Aku ini manusia biasa dan juga
laki-laki normal. Bila di beri perhatian terus menerus aku bisa saja menyayangi
seseorang. Malam ini aku merindukannya.
Tingtong
Aku tiba di apartementnya, Youngsun membuka pintu dan kaget
melihatku yang tampak murung.
“Waegeurae oppa?” Tanyanya. Tanpa menjawab aku segera
menghambur bagai balita kedalam pelukannya. “Isanghae.. oppa ada apa?” Dia
masih bertanya padaku.
“Bogoshipeo.” Aku mendekat dan menciumnya, namun belum lama
aku menciumnya tiba-tiba saja seseorang memukulku. Ah, ternyata Youngsun tak
sendiri disini. Pria itu Chansung—sahabat Youngsun. Aku yakin dia menyukai
Youngsun, karena cuma dia sahabat Youngsun yang tak menyukaiku. Beberapa kali
dia memintaku putus dari Youngsun tapi aku selalu menolak. Bagiku saat ini,
Youngsun seperti air di gurun pasir. Bisa melegakanku dari kehausan. Tapi jangan
dikira aku hanya melampiaskan nafsuku padanya, tidak bukan seperti itu. Aku
sama sekali belum berhubungan badan dengannya. Padahal kami cukup lama
berpacaran. Apalagi mengingat aku ini laki-laki dewasa yang sebetulnya bisa
saja melakukan hal itu. Tapi itu semua tak aku lakukan, aku tak mau merusaknya,
karena aku tahu hubungan ini terlarang dan tak akan pernah bisa berakhir ke
pernikahan.
***
Pukulan itu membekas di sudut bibirku, anak itu sepertinya
mengeluarkan semua tenaganya waku melihatku mencium Youngsun. Bahkan sampai
hari ini aku masih merasakan nyerinya. Sepertinya anak itu tahu kalau aku
bersama Youngsun, dia menelponku dan mengatakan akan membongkar hubungan kami
pada Hyemi. Dengan senang hati kusambut baik permintaannya. Ku beritahu
keberadaan Hyemi saat itu agar dia bisa mencarinya. Aku sudah membayangkan apa
yang akan dilakuakan Hyemi.
***
Pagi itu aku mengajak Youngsun ke sorum mobil. Sebenarnya
keberhasilan tenderku akibat campur tangan Youngsun. Tapi wajahnya yang selalu
senang saat bersamaku mendadak berubah. Dia malah meninggalkan sorum itu saat
aku menawarkannya mobil baru. Aku sama sekali tak bermaksud apa-apa padanya.
Bahkan apa yang kuberikan padanya tidak ada artinya dibanding waktunya dan
perhatiannya yang selalu saja diberikannya padaku.
“Youngsunah, waeyo? Apa tak ada yang kau suka? Geurae kita
cari ke sorum lain.”
“Oppa geumanhae. Aku tak pernah menginginkan mobil.” Ucapnya
dengan pandangan dingin.
“Oh.. lalu apa yang kau mau? Katakana saja.” Sepertinya aku
tahu akan kemana arah pembicaraan ini.
“Jeowa Kyeorhoneun… Kyeorhoneun juseyo oppa.” Benarkan,
Youngsun sudah berkali-kali meminta itu padaku.
“Youngsun, Mianhae..” Hanya itu kata-kata yang keluar dari
mulutku saat Younsun selalu meminta jika aku harus menikahinya.
“Aku sama sekali tak masalah menjadi isteri simpanan mu
oppa, asal kita memiliki status. Bukan seperti sekarang.” Nada suaranya mulai
meninggi. “Apa kau tak ingin bersamaku?,”
Aku mau selalu bersamamu seperti sekarang, aku hanya bisa menjawab dalam hati.
“Apa kau tak ingin bercinta denganku. Hagh?” Tidak, aku tak pernah mengharapkan hal itu. Youngsun sepertinya tak
main-main kali ini. Dia terus saja melantur dan berusaha membuka pakaiannya.
“Youngsunah, Mwohae?? Neo waegurae..”
Aku berusaha mencegahnya,
dia terus berontak sambil menangis, sampai akhirnya pelan-pelan aku bisa
menenangkakanya kepelukanku. Perlahan ku rapikan kembali pakainnya. Dan setelah
ke jadian itu kami hanya membisu sampai tiga jam di dalam mobil. Banyak sekali
yang aku pikirkan saat itu. Aku ini demi ego dan kepentinganku, terus
membiarkannya bermain-main dengan hatiku, hingga dia masuk ke ruang paling
dalam dan sulit baginya untuk keluar. Youngsun pantas untuk bahagia, tapi bukan
dengan orang sepertiku. Aku menyayanginya, aku merasa nyaman saat bersamanya,
tapi aku sama sekali tak bisa memberikan hatiku padanya. Kalaupun kami menikah,
aku akan lebih banyak lagi melukainya. Lalu apa bedanya aku dan isteriku. Aku
tahu rasanya dicintai setengah hati, aku tak mau Youngsun merasakan hal itu.
Dia selalu berkata kalau dia akan baik-baik saja dengan itu, tapi sesering dia
mengatakan dirinya baik-baik saja, saat itu aku tahu dia sangat tidak baik-baik
saja.
“Na Coffee
hagoshipeoyo.” Youngsun tiba-tiba bersuara. Aku merasa lega, karena dari tadi
dia hanya diam.
“Coffee?
Hagoshipeo? Jankan.. aku kan belikan untukmu.” Aku berlari ke seberang mencari
penjual Coffee. Tapi saat aku kembali
Youngsun tak adalagi di Mobil. Aku panik mencoba mengubunginya tapi ponselnya
mati. Ah, kemana dia pergi dalam kondisi seperti itu. Tak lama aku mendapatkan
telpon dari rumah—asisten rumah tangga
kami mengatakan Haru tidak mau makan, karena ia ingin aku menyuapinya.
Mendengar itu aku segera pulang ke rumah.
***
Aku melihat Haru yang ternyata sudah tertidur di ruang TV.
“Haruya.. appa wasseo.” Aku perlahan membelai kepalanya
bermaksud membangunkannya.
“Maaf tuan, tadi Haru sebenarnya mau makan dengan Nyonya
tapi sehabis menjemput Haru, Nyonya langsung pergi ke kantor.” Aku hanya
mengganguk dan menyuruh pembantu kami melakukan tugasnya lagi.
Aku membopong Haru menuju kamarnya. Aku tak mengerti apa
sebenarnya yang ada di kepala isteriku. Menjadi editor naskah drama, berapa
uang yang bisa dihasilkannya untuk itu. Apa pekerjaan itu benar-benar menyita
waktunya? Bukankah mengedit bisa dia lakukan dirumah saja sambil menemani Haru.
***
Seharian aku sama sekali tak menghubungi Youngsun. Aku juga
tak pernah menginjinkannya menghubungiku, kecuali jika sangat mendesak.
“Haru ya, kenapa haru suka menonton drama orang dewasa?”
Sore itu aku melihat Haru duduk di depan TV dengan mengunyah permen kesukaanya.
“Eomma.” Jawabnya.
“Ah, Karena yang menulis ceritanya eomma makanya kau suka?”
Haru hanya mengganguk. Aku melihat Haru sangat fokus pada TV. “Haru, mana yang
kau suka, appa atau aktor dalam drama itu.”
“Appa!” jawabnya tanpa berfikir lama—membuat hatiku senang.
“Geundae..” Haru kembali bersuara. “Eomma-ga, iSamcheo chuaheyeyo” Haru
menunjuk actor yang tengah naik daun itu.
“Ah.. jadi eomma menyukai paman aktor itu? Haru tahu dari
mana? Eomma lebih menyukai appa tahu!.”
“Ani..” Haru menggeleng. “Aku lihat eomma memeluk paman itu,
tapi aku tak pernah melihat appa dipeluk eomma.”
Aku diam sejenak. Ini akaibat Hyemi sering membawa Haru ke
tempat kerjanya. “Haru, itu karena eomma berteman dengan banyak artis. Paman
itu salah satunya. Kalau sayang itu
seharusnya begini.” Aku mencium haru. Muaahhh
bukan memeluk. Kalau mencium appa sering melakukannya, tapi saat Haru sudah
tidur.”
“Appa, eomma chuahae?”
“Geurom.. neomu Chuahe.” Appa sangat menyukai Ibumu lebih dari
apapun Haru. Aku memeluk Haru erat. Kami bermain berdua sampai malam Hyemi
belum juga pulang. Jadi aku membawa Haru tidur bersama dikamarku.
Aku mendengar
saat Hyemi ternyata sudah kembali, segera aku keluar karena ranjang kami bukan
ukuran untuk tiga orang. Daripada Hyemi yang tidur di kamar tamu, lebih baik
aku saja—toh aku sudah biasa.
“Wasseo.. tadi aku main dengan Haru jadi dia tidur disini.”
“Odiga?”
“Aku tidur di kamar tamu saja. Kau tidurlah.”
Aku menuju kamar tamu dan mulai merebahkan tubuhku. Tapi tak
lama kemudian Hyemi dengan mengenakan baju tidurnya membawa segelas minuman,
aku bisa mencium aroma cokelat hangat. Jelas saja aku terkejut, apa dia mau
tidur bersamaku? Atau dia ada yang ingin diceritakannya.
“Oppa igeo.” Dia memberikan cokelat hangat itu padaku. “Pasti
hari ini kau lelah seharian menjaga Haru.” Pasti telah terjadi sesuatu padanya.
Hyemi yang aku tahu tak pernah sehangat ini. Dia memberikan pijatan di bahuku,
seolah dia tahu betapa beratnya beban di pundakku ini. “Oppa, apa kau punya
pacar diluar?” Hah? Apa yang dia maksud Youngsun.
“Naega? Yeoja chinggu..hmmm” Hyemi tak menunggu jawabanku
dan kembali bercerita.
“Seseorang pria tadi menemuiku di sekolah Haru, dia bilang
kau mengencani pacarnya.” Daebak, ternyata anak itu benar-benar menemui
isteriku.
“Ani… bukan begitu..” Hyemi menghentikan pijatannya dan
tiba-tiba saja melakukan back hug.
“Oppa, apa pacarmu cantik? Mianhae kalau membuatmu kesepian
selama ini.” Pelukannya semakin erat dan tangannya perlahan membuka bajuku. Aku
mencium jelas wangi alcohol dari
mulutnya.
“Kamu mabuk.” Dia menggeleng, tak menjawab. “Hyemiah.”
Ucapku menahan tangannya agar tak melepas semua pakaianku.
“Bogoshipeoyo” kata-katanya selalu bisa membius akal
sehatku. Tapi sejujurnya aku juga tak bisa menahan. Jadi kubiarkan saja dia
bermain semaunya. “Aku mau memberi adik untuk Haru biar dia tak kesepian lagi.”
Aku tak tahu apa yang mendasari pemikirannya.
Ini bukan hubungan suami—isteri pertama
yang kami lakukan selama empat tahun berumah tangga. Aku tak pernah meminta
kecuali Hyemi yang bersedia. Tapi hal yang selalu kutakutkan masih saja
terjadi. Saat klimaksnya Hyemi selalu menyebut nama laki-laki itu. Ya, ayah
kandung Haru. Apa nikmatnya menjadi bayang-bayang orang lain. Aku hanya sebuah
raga, tapi yang ada di pikirannya hanya pria itu. Itulah kenapa Hyemi selalu
melakukannya dalam keadaan mabuk.
Malam itu aku berfikir keras. Kenapa tiba-tiba di saat
bersama Hyemi aku bisa merindukan Youngsun. Aneh sekali, belum pernah terjadi
sebelumnya. Sepertinya empat tahun ini aku sudah cukup menyedihkan aku rasa.
Aku tak mampu bertahan dalam keadaan ini lagi. Setelah malam itu sikap Hyemipun
juga masih sama, hubungan suami—isteri yang kami lakukan itu tidak ada artinya
sama sekali. Sepertinya semalaman aku berfikir dan tekatku sudah bulat. Aku
akan menceraikan Hyemi, dan menikah dengan Youngsun. Sebagai laki-laki aku
sudah cukup sabar. Aku merasa sudah tak punya harga diri lagi jika terus bertahan.
Mungkin sudah waktunya aku belajar mencintai Youngsun.
Sore itu saat aku bermaksud ke apartment Youngsun, aku
mendapat telpon dari sahabat Youngsun—Dongmi.
“Oppa Youngsun kecelakaan dia sedang di ruang ICU mengalami koma.
Kami di Rumah Sakit Seoul sekarang.” Kali ini aku benar-benar bagai disambar
petir. Kenapa selalu saja ada hambatan jika ingin berniat baik. Aku baru saja merencanakan
ingin menikahinya.
-End-
Part 8 is writing..
Komentar
Posting Komentar