Masa Lalu itu untuk di kenang bukan di binasakan. Sekalipun itu memalukan, menyesatkan karna seburuk-buruknya masa lalu, kita gak bisa pungkiri mereka adalah bagian sejarah dalam hidup kita. Bahwa kita pernah mengalami jatuh bangun, sejarah mencatat semuanya dan membungkus dalam kotak bernama memori. Tempatkan mereka di hati sebagai reminder kita dalam melangkah kedepan. Yang baik jadikanlah kenangan indah, yang buruk jadikanlah pelajaran berharga. Seorang teman bicara, "Del, gue mampir ke blog lo dan tanpa sengaja keasikan baca yang lama-lama. Kenapa gak dihapus aja?. Lo gak takut kalau kebaca temen-temen baru?" Hmmmm masa lalu kan bukan tato yang ketika berhijrah kita harus hapus itu tato. Lagian selama kenangan-kenangan pahit bukan lah aib, selama itu juga aku tidak merasa terganggu bila di publish. Perihal teman baru, biarlah...... Aku tidak perduli dengan penilaian orang. Karena aku hidup bukan sekedar untuk membuat orang lain terkesan. Dengan membagi kis
[Hyemi]
“Kenapa banyak sekali yang kau ubah Hyemiah? Bukankah
seharusnya di adegan ini mereka berciuman?”
“Ah, aku rasa berpelukan saja sudah cukup.”
Aku memang mengganti semua adegan yang aku anggap mesra
dalam naskahku. Sampai sekarang aku masih belum bisa berpaling dariTaecyeon
walaupun kenyataan nya saat ini aku adalah isteri seseorang.
“Aneh sekali, sutradara bukankah kemarin adegannya tidak
seperti ini?” Aku melihat Taecyeon mengkomplain perubahan naskahku.
“Iya, menurut editor adegan kiss itu terlalu vulgar.” Aku
melihat Taecyeon menatapku sinis dari kejauhan. Mungkin dia sedikit kecewa
dengan tidakanku.
Sewaktu break time, Taecyeon menghampiriku. “Ada apa
denganmu?”
“Mwonde?” Aku seolah ak mengeri apa yang dimaksudnya.
“Kau yang mengedit semua naskah ini kan? Ayolah Hyemi, kau
ini kenapa?”
“Kenapa katamu? Huh.. Jadi benar kabar yang beredar diluar
sana kalau kau sedang mengencani gadis itu.”
“Kenapa? Jadi kau yang bertanya?”
“Oppa…” Ditengah-tengah pembicaraan kami, muncul gadis yang
tengah naik daun di Industri entertainment Korea saat ini. “Oppa, katchi
meogo.” Gadis itu menarik Taecyeon untk makan siang bersama. Apa dia tak
melihat kalau kami tengah bicara tadi. “Oh, annyeong penulis, naskah mu bagus
sekali. Aku dengar rattingnya bagus karena ceritamu.” Gadis itu berlagak sok
imut di depannku.
“Nee” Hanya itu yang bisa keluar dari bibirku. Gadis itu 5 tahun dibawah ku. Dia masih sangat muda. Belakangan semua paparazzi menangkap Taecyeon dan Jihyun sedang pergi bersama, entah makan aau ke tempat gym bersama. Mereka dikabarkan menjalin hubungan walaupun belum ada konfirmasi atas kabar tersebut. Seperti biasa, ulah para manajement yang mau menaikkan pamor artist nya maka sedikit dibuat seperti settingan agar mendapat perhatian lebih. Dan sepertinya semua itu berhasil.
Aku tahu aku sangat terbakar cemburu melihat mereka
belakangan ini. Aku tahu akan begini.
Pekerjaan ini, Taecyeon yang menawarkan 2
tahun lalu padaku. Saat kami masih sering kucing-kucingan untuk bertemu. Aku
dan Taecyeon sudah lama sekali menjalin suatu hubungan. Namun sayangnya ibuku
tak pernah menyetujuinya. Dia sudah mempunyai pilihan sedari dulu untukku. Tapi
aku sangat mencintai Taecyeon karena dia adalah cinta pertamaku.
Empat tahun lalu dia mulai debbut dengan drama pertamanya,
dan saat itulah aku mengandung Haru yang saat itu baru mengginjak waktu dua
minggu. Aku bermaksud menyampaikan kabar tersebut namu Taecyeon terlanjur
menceritakan kontrak kerjannya. Taecyeon terlihat sangat senang karena impian
menjadi aktor akhirnya bisa terwujud. Dan sejak saat itu samapai lima tahun
kedepan Taecyeon dilarang menjalin hubungan apalagi menikah. Mendengar itu, aku
sama sekali tak berfikir untuk mengatakan kalau aku sedang mengandung. Taecyeon
pasti akan sangat binggung bagaimana harus bersikap. Seiring berjalannya waktu,
perutku semakin membesar. Taecyeon sudah semakin sibuk untuk di hubungi.
Seorang laki-laki yang dekat padaku saat itu hanyalah Junho oppa. Dia calon
suami yang dipilihkan oleh Ibuku. Junho orang yang sangat baik. Saat aku
ceritakan kondisiku dia malah berkata akan menikahiku segera. Padahal saat itu
banyak sekali syarat yang ku ajukan padanya, tapi dia berkata tak masalah
dengan semua itu.
Taecyeon akhirnya tahu kalau aku menikah. Dia sangat
terpukul tapi aku menjelaskan kalau ibuku yang mendesak semuanya—akhirnya dia
bisa menerima. Sampai usia Haru dua tahunpun kami masih menjalin hubungan baik.
Sayangnya Taecyeon tidak aku beritahu kalau Haru adalah anakknya. Awal debutnya
banyak sekali kabar miring yang diterimanya. Aku tak mau kabar ini akan menjadi
kartu mati untuk karirnya kedepan. Selama itu dia selalu bersikap baik padaku,
dia merekomendasikanku bekerja sebagai editor/penulis naskah drama disalah satu
TV station. Agar kami bisa selalu bertemu. Tapi semenjak kabar berita dia
menjalin hubungan dengan Jihyun, perlahan sikapnya berubah. Dulu dia selalu
segan memerankan adegan-adegan mesra dengan lawan mainya. Tapi kini dia justru
marah bila aku mengedit adegan tersebut.
“Mereka terlihat cocok ya.”
“Aku rasa mereka berkencan sungguhan.” Aku mendengar crew
membicarakan mereka.
“Bukankah itu semua hanya settingan?” Penasaran aku bertanya
pada salah satu crew.
“Tiga bulan yang lalu, tapi aku dengar Taecyeon meminta izin
pada management agar diperbolehkan pacaran dengan Jihyun.” Aku terkejut
mendengarnya, apa benar Taecyeon seperti itu? Aku tak bisa begini, aku harus
bicara padanya.
***
“Aku mau bicara!”
“Hyemi sedang apa kau disini?” Aku sengaja masuk menerobos
kamar ganti pria.
“Kau dan Jihyun, apa benar kalian..” Taecyeon menarikku ke
dinding menghindari cctv yang bisa menangkap kami.
“Kita akan bicarakan nanti ya, jangan disini. Setelah
syuting tungg aku di depan gendung.”
Aku hanya mengganguk menuruti kamauannya. Malam itu
sebenarnya kami sudah selesai jam sembilan malam. Aku menunggu Taecyeon di
depan gedung. Sebuah mobil hitam berhenti didepannku. Taecyeon turun membukakan
pintunya untukku.
“Katakan padaku apa benar..?” Aku langsung bertanya padanya
tapi dia memotong pertanyaanku.
“Sudah lama tak minum bersamakan.” Taecyeon mengajaku ke
sebuah café untuk minum. Aneh sekali kenapa harus minum. Perasaanku sungguh tak
enak. Dia minum hanya disaat-saat dia tak mampu melakukan sesuatu.
Sesampainya di subuah café kami memesan wine. Tempat itu
mewah sekali dan sepi. Taecyeon tak perlu memakai kacamata hitam atau masker
untuk menutupi dirinya dari orang-orang yang mengenalnya. 15 menit yang
dilakukannya hanya minum dan minum. Aneh sekali aku berusaha menyetop tapi dia hanya
tersenyum dan menolak untuk berhenti.
“Taecyeonah~ geumanhaseyo. Bagaimana kau pulang?” Lagi-lagi
dia hanya tersenyum. Barulah saat itu di mulai bicara, tapi bukan mengenai
Jihyun. Dia menceritakan tentang pertemuan kami, kisah cinta kami. Sampai
akhirnya berujung ke pernikahanku. “Apeuji.. apeuji naega.” Ucapnya
menepuk-nepuk dadanya. Membuatku tak bisa berkata-kata.
“Taecyeonah~ mian.. Kau mau aku menceraikannya?” Taecyeon
hanya menggeleng. Dia memutar sebuah lagu, “Since You’ve Gone by Laurel Music”
dan memasangkan earphone ditelingaku. Bait demi bait ku dengarkan lagu itu.
Jadi itu yang dirasakannya selama ini.
“Semenjak kepergianmu aku terus berusaha untuk kuat. Aku
bahkan masih memintamu berada di dekatku. Tapi tanpa aku sadari aku telah membuatmu
menjadi wanita yang buruk. Terlebih untuk Haru.”
“Taecyeonah~” Mataku mulai berkaca-kaca.
“Kita harus berhenti. Cukup sampai disini Hyemiah. Kau harus
menjalani hidupmu dengan baik. Dan mulai sekarang aku akan belajar mencintai
wanita lain.” Air mataku mulai menggenang. Seandainya dia tahu kalau Haru
adalah anaknya. Tapi aku tak mau memberi beban di pundaknya lagi. “Belajarlah
mencintai Junho. Maka aku akan bahagia melepasmu.” Ini alasan Taecyeon
mengajakku minum. Dia tak mampu mengucapkan kata-kata itu aku tahu. Taecyeon
memelukku sebentar baru akhirnya dia pergi lebih dulu.
Empat tahun kami menjalani hubungan diam-diam seperti ini.
Tak seharusnya aku mencintai seorang public figure. Aku bahkan tak berani
mengacaukan karirnya hanya untuk mengatakan bahwa Haru adalah anaknya. Aku
memang sedikit lelah dengan semuanya. Bagimana perasaan Junho. Dia bahkan
mencari wanita lain diluar yang mau mendengar keluh kesahnya.
***
Aku kembali setelah berpikir panjang di café tadi. Besok aku
akan melayangkan surat pengunduran diri ke kantorku. Aku sekarang bukan seorang
lajang yang hanya memikirkan diriku sendiri. Aku punya Haru yang membutuhkanku.
Juga Junho. Aku akan berusaha menjadi Isteri yang baik mulai sekarang. Aku
mendapati Junho dan Haru di kamar kami tengah tertidur. Tak lama Junho sadar
kepulanganku dan dia segera bangun untuk pindah kekamar tamu. Seperti itulah
yang biasa dia lakukan. Hampir empat tahun dia selalu mengalah untukku.
Malam itu aku mencoba berkomunikasi kembali padanya. Aku
teringat ucapan seorang pria yang menemuiku di sekolahan Haru tadi pagi. Aku
pergi ke kamar tamu, ternyata Junho tak mengunci pintunya. Aku masuk
membawakannya segelas cokelat hangat. Aku ingin melakukannya malam ini. Aku
teringat Ibu mertuaku selalu bilang bahwa aku seharusnya melahirkan anak
laki-laki untuk penerus usaha keluarga kami. Aku bertanya mengenai pacarnya.
Apa benar selama ini Junho mempunyai pacar, sepertinya benar, saat ku tanyakan
sepertinya dia terlihat kaku menjawab. Aku tak mau merusak mala mini dengan
pertanyaan-pertanaan yang membuatnya kaku. Akhirnya malam itu aku kembali
bercinta dengannya. Tapi kali ini aku seperti dengan keadaan yang tulus
melakukannya. Tapi tetap saja aku masih menyebut nama Taecyeon malam itu. Aku
melihat Junho kembali kecewa. Aku
melihatnya keluar dari kamar. Oppa mian, aku pastikan ini yang terakhir
kalinya. Aku tak mau mengecewakanmu lagi, Haru dan juga Ibu mertuaku. Aku
bahkan belum member keturunan bagi mereka.
***
Junho mempunyai kekasih ternyata itu benar. Seharusnya kabar
aku telah berhenti pekerjaan menjadi kabar baik baginya. Tapi sudah satu minggu
ini sifatnya berubah. Dia bahkan menjadi dingin padaku. Apa caraku mulai
belajar mencintainya terlihat seperti suatu kebohongan baginya. Sehingga yang
tak pernah kuduga—sebuah surat cerai yang dilayangkannya datang kepadaku. Apa
ini semua karma bagiku, saat aku mulai belajar mencintainya—dia justru ingin
meninggalkanku. Junho sudah tak pulang tiga hari, aku tak mengerti dia pergi
kemana. Dia selalu menghubungiku jika tak pulang, namun sekarang tidak pernah
lagi. Sesuatu yang tak pernah terjadi sebelumnya. Siang itu aku membututinya
dari kantornya. Dia menepikan mobilnya diisebuah rumah sakit. Siapa yang sakit?
Apa dia sakit?.
Aku terus mengikutinya. Aku melihat di sepertinya masuk ke
sebuah kamar, namun tak lama dia keluar bersama seorang yang sepertinya
familiar sekali—Pria itu yang menemuiku di sekolah Haru. Pria itu seperti marah
kepada Junho, aku melihat seorang wanita melerai mereka. Dan menyuruh Junho
untuk pergi. Aku melihat Junho pergi dan laki-laki itu kembali masuk ke ruang
rawat segera aku berlari menemui wanita itu.
“Ah, jogiyo..” Wanita itu berbalik heran. “Jankaman apa bisa
bicara sebentar.” Wanita itu mengganguk. “Na Hyemiyeyo. Junho anae.” Aku
melihat wanita itu terkejut.
“Oh, annyeong haseyo Dongmi imnida. Youngsun Chinguyeyo.”
“Apa yang di dalam itu… kekasih Junho?” Aku bertanya
hati-hati.
“Ah, mungkin kau akan salah paham. Youngsun memang menjalin
hubungan dengan Junho oppa, tapi satu minggu lalu Junho sudah memutuskan
hubungan mereka karena dia tak mau menyakiti anda. Setelah itu Youngsun
frustasi bagaimana cara agar bisa melupakan Junho. Dia mengemudikan mobil
sangat kencang sampai menabrak pembatas jalan. Makanya dia akhirnya dirawat
sekarang.”
“Lalu bagaiman mereka sekarang?”
“Aku sama sekali tak punya maksud apa-apa saat memberi tahu
kabar ini. Tapi sejak saat itu Junho jadi rajin kesini. Mungkin dia merasa
bersalah dan mau bertanggung jawab namun justru sekarang Youngsun sama sekali
tak mengenalnya. Akibat benturan hebat Youngsun menderita Amnesia.
“Dongmi.. Neo..” Pria itu tiba-tiba keluar dari kamar rawat.
Dan kaget menatapku. “Sedang apa kau tanyanya?”
“Aku tadi mencari suamiku, beberapa hari ini dia tidak
pulang.”
“Bagus kalau kau masih mencarinya. Aku pikir kau justru
sudah tak perduli. Pastikan kau tidak menandatangani surat cerainya.”
“Kau, bagaimana bisa tahu?” Aku terkejut mendengar
ucapannya.
“Dia member tahu kami. Dan bermaksud menikahi Youngsun. Tapi
aku akan membunuhnya jika itu sampai terjadi. Cukup sudah dia membuat sahabatku
sampai begini.”
“Chansungah, geumanae. Itu bukan salah Junho.” Ucap Dongmi.
Aku hanya terdiam.
“Kalau begitu aku permisi dulu.” Aku pergi meninggalkan
mereka.
Dirumah aku menatap kembali surat cerai itu. Aku mengambil
stampel ku dan member cap pada suarat itu. Ku ambil sebuah memo kecil.
“Maaf, mengabaikanmu selama ini. Kali ini aku akan
menurutimu. Aku sudah menandatagani surat cerai ini. Seperti yang kau mau. Terimakasih
atas semuanya terutama sudah mau menjadi ayah bagi Haru. Semoga kau mendapatkan
kebahagaian yang kau cari.”
Aku meninggalkan memo itu diatas meja kerjanya. Itulah hari
aku terakhir berada di rumah itu. Berasama Haru aku pergi meninggalkan Seoul
yang penuh dengan luka. Saat ini aku hanya ingin bersama Haru. Merawatnya dan
menjadi Ibu terbaik untuknya.
-End-
Part 9 is writing
Komentar
Posting Komentar